إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به
مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ
لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ
أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَ هُدًى
أَمَّا بَعْدُ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ
نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا
وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا
سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Dalam bulan Dulhijjah
ini kita kembali diingatkan kepada kisah seorang kholilulloh kekasih Allah SWT, nabi Ibrahim
as yang Allah uji kecintaannya, antara cintanya kepada keluarga ( nabi Ismail
as dan Siti hajar ) dan cintanya kepada Allah. Alhamdulillah cintanya
kepada Allah melebihi dari segalanya, hal ini membuat kita bahkan nabi Muhammad
SAW harus mengambil pelajaran darinya.
Allah berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ
مَعَهُ
“Sesungguhnya
telah ada contoh teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah: 4)
Minimal ada Empat pelajaran yang terdapat dari
kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya:
Pesan Pertama: Berbaik sangka kepada Allah SWT
Di dalam kitab; Anbiyaa Allah ( Nabi – Nabi Allah) di karang oleh Ahmad Bahjat beliau menjelaskan.
Pada suatu hari, Ibrahim
as terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba dia memerintahkan kepada istrinya, Siti
Hajar, untuk mempersiapkan perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu
segera berkemas untuk melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu nabi
Ismail masih bayi dan belum disapih.
Ibrahim as melangkahkan
kaki menyusuri bumi yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya
tiba di padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan,
kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim menuju ke sebuah lembah
yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan,
tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan tidak ada kehidupan
di dalamnya.
Di tempat itu beliau
turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya.
Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana.
Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup
untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan
tempat itu.
Tentu saja Siti hajar
terperangah diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang sambil
bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau akan
meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim as tidak
menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti hajar kembali
mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap membisu. Akhirnya Siti hajar
paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa
Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah
Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab,
“benar“. Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,” kami
tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah
memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan
mereka.
Lihatlah, bagaimana nabi Ibrahim dan Siti hajar, mampu berbaik sangka kepada Allah SWT mereka meyakini bahwa selagi mereka bersama Allah, maka tidak akan ada yang menyengsarakannya, tidak akan ada yang dapat mencelakainya, tidak akan ada yang dapat melukainya.
Bila kita lihat
banyaknya manusia yang frustasi dalam kehidupan ini atau banyaknya
manusia sengsara bukan karena sedikitnya nikmat yang Allah berikan kepada
mereka akan tetapi karena sedikitnya husnu dzon (berbaik
sangka) kepada kebaikan Allah, Padahal nikmat yang Allah berikan lebih banyak
dari pada siksanya. Oleh karena itu kita harus berbaik sangka kepada Allah
karena Allah menjelaskan dalam hadits qudsi bahwa Dia sesuai prasangka
hambanya;
Dari Abu Hurairah RA
berkata, bersabda Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada
prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia
mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia
mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam
pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku
setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat
kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia
mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari.
(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Manusia wajib berbaik
sangka kepada Allah apa pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya
sesuai persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan
memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka, maka
berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah untuknya. Allah
tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik sangka kepada-Nya.
Seorang hamba yang bijak
adalah mereka yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan.
Jika ia diberi kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah.
Ia tidak merasa dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia diuji
dengan penderitaan atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang
mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk sangka
dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah menghinakannya.
Kita harus belajar kepada
Siti hajar walaupun dia seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian
di tinggalkan suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini
adalah perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan
membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti hajar saja, kisah ini bukan untuk
zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang pada setiap zaman
bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang senantiasa berbaik
sangka kepada-Nya dalam segala hal.
Pelajaran kedua: Mencari rezeki yang halal
Setelah Ibrahim as
meninggalkan istri dan anaknya untuk kembali meneruskan perjuangannya berdakwah
kepada Allah. Siti hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa
kehausan. Panas matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan
tenggorokan. Setelah dua hari, air yang di bawah habis, air susunya pun kering.
Siti hajar dan Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun
habis, kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar.
Ismail mulai menangis
karena kehausan. Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air.
Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik
ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi
pandangan matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari,
mencari sumur, manusia, kafilah atauberita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap
pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari – lari
kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu, barangkali dari sana
dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun.
Hajar turun dari bukit
Marwa untuk menengok bayinya. Dia mendapati Ismail terus menangis . tampaknya
sang bayi benar-benar kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia
kembali ke bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan
naik ke atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa,
sebanyak tujuh kali.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari kejadian ini..
Yaitu kesungguhan Siti
hajar dalam mencari air di keluarkan segala tenaganya bolak balik dari Shafa
dan Marwa, walaupun bolak balik dari Shafa dan Marwa belum mendapatkan air dia
terus berusaha. Walaupun akhirnya air itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini
memberikan pelajaran kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki
dengan mengeluarkan segala kemampuan yang kita miliki karena Kita di
perintahkan bukan Cuma melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita
keluarkan, Rasulullah SAW sangat mencintai orang-orang yang bekerja keras.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang matahari.
Rasulullah bertanya, ‘Kenapa
tanganmu ?’
Sa’ad menjawab, ‘ Wahai
Rasulullah, tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu
untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku,’
Seketika itu, Rasulullah
mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata,’Inilah tangan yang tidak
pernah tersentuh api neraka,’
Hikmah dari kisah ini
yaitu terdapat tanggung jawab seorang Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari dalam
menafkahi anak dan istrinya melalui rizki yang halal. Tangan yang semata-mata
berada di jalan Allah SWT dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan Amanah.
‘Sesungguhnya Allah
mencintai seorang mukmin yang giat bekerja.’(HR. Thabrani).
Rasulullah SAW
bersabda,“Tidaklah sekali-kali seseorang itu makan makanan lebih baik daripada
apa yang dimakannya dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan Nabi Daud AS itu
makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari).
Bahkan Allah SWT
berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumuah: 10)
Ayat ini memotivasi kita untuk bekerja keras, setelah melaksanakan shalat karena dengan bekerja kita akan mendapatkan rezeki yang halal.
Berhati-hatilah terhadap barang haram yang masuk ke tubuh kita, karena tidaklah tubuh yang di dalamnya ada barang haram kecuali neraka adalah lebih berhak untuk menjadi tempat kembalinya.
Rasulullah SAW: Wahai
Sa’ad, murnikanlah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya.
Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya. Sesungguhnya seorang hamba
melontarkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya maka tidak akan
diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang dagingnya
tumbuh dari yang haram maka api neraka lebih layak membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga ketika tubuh
termasuki dengan barang haram maka selama 40 hari amal ibadahnya tidak di
terima Allah akan tetapi dosa – dosa yang diperbuatnya di catat oleh malaikat.
Pelajaran yang ke tiga: Berkorban untuk Allah SWT
Ketika Ismail bertambah
besar, hati Ibrahim as tertambat kuat kepada putranya. Tidak mengherankan
karena Ismail hadir di kala usia Nabi Ibrahim sudah tua. Itulah sebabnya beliau
sangat mencintainya. Namun Allah hendak menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian
yang besar disebabkan cintanya itu.
لَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
(QS. Ash Shaaffat: 102 )
Renungkanlah bentuk
ujian yang telah Allah berikan kepada beliau. Bagaimana kira-kira perasaan
Ibrahim as pada saat itu? Pergulatan seperti apa yang berkecamuk di dalam
batinnya? Salah besar jika ada yang mengira bahwa tidak ada pergulatan pada
diri Ibrahim as. Tidak mungkin ujian sebesar ini terbebas dari pergulatan
batin. Ibrahim berpikir,” mengapa? Ibrahim membuang jauh-jauh pikiran itu.
Bukan Ibrahim namanya jikalau beliau mempertanyakan kepada Allah“mengapa”
atau“karena apa“karena orang yang mencintai tidak akan bertanya mengapa?
Ibrahim hanya berpikir tentang putranya, apa yang harus beliau katakana kepada
anak itu, saat beliau hendak membaringkannya di atas tanah untuk disembelih?
Ibrahim mengambil jalan
yang paling baik, yaitu berkata yang jujur dan lemah lembut kepada putranya,
ketimbang menyembelihnya secara paksa.
Lihatlah kepasrahan dan
pengorbanan Ismail dan ayahnya Ibrahim mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah.
Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di
korbankan adalah diri Ismail.
Sadarkah kita, bahwa saat ini kita sedang di ajari oleh seorang anak dan ayahnya tentang makna pengorbanan kepada Allah dalam segala hal di kehidupan ini,
Kata kurban dalam bahasa
Arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS
Al-Kautsar (108): 2,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah“
Akan tetapi, pengertian
korban bukan sekadar menyembelih binatang korban dan dagingnya kemudian
disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi, secara filosofis, makna korban
meliputi aspek yang lebih luas.
Dalam konteks sejarah,
dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan
mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi Muhammad dan para sahabat yang
berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi
dan para sahabat itu ternyata harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat
berat yang diderita oleh Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa,
ditindas, dan sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir
Quraisy. Rasulullah pernah ditimpuki dengan batu oleh penduduk
Thaif, dianiaya oleh Ibnu Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta,
Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para
sahabat seperti Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan
terik matahari siang, Yasir dibantai, dan seorang ibu yang bernama
Sumayyah, ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu, umat
Islam di Mekah ketika itu juga diboikot untuk tidak mengadakan transaksi
dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya keluarga Rasulullah SAW.
saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy, hingga beliau sekeluarga
terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit sepatu bekas.
Pelajaran keempat adalah Mendidik Keluarga
Nabi Ismail tidak akan
menjadi anak yang penyabar jika tidak mendapat pendidikan dari ibunya dan Siti
hajar tidak akan menjadi seorang yang penyabar jika tidak di didik oleh nabi
Ibrahim as. Dan nabi Ibrahim as tidak akan dapat sabar jika tidak didikan dari
Allah SWT melalui wahyuNya.
Seorang anak dalam
perkembangannya membutuhkan proses yang panjang, maka peran orang tua dalam
membentuk perilaku yang berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna
kepada anak semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai masa
Kewajiban ini diberikan di pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat.
Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap orang
yang mengkhianati amanah Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Allah Swt.
Pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang
perlakuan mereka kepada anaknya.
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ
الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
KHUTBAH II
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ
الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ
أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا
تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا
سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ
لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Sumber : www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar