يا ابا ذار جدد السفينة فإن البحرعميق
وخذ الزاد كاملا فإن السفر
بعيد
وخفف الحمل فإن العقبة كعود
واخلص العمل فإن الناقد بصير
DIRIWAYATKAN bahwasanya Rasulullah s.a.w. berwasiat kepada Abu Dzar al-Ghifari,
“Wahai Abu Dzar, perbaruilah bahteramu,
karena lautan ini teramat dalam."
"Persiapkanlah bekal yang cukup, karena
perjalanan ini teramat jauh."
"Ringankanlah beban bawaanmu, karena pendakian ini
akan sangat melelahkan."
"Murnikanlah (ikhlaskanlah) perbuatanmu, karena Allah
teramat jeli mengamatimu.”
Hidup di dunia merupakan sarana cobaan bagi manusia. Apakah
dia dapat berlaku baik atau tidak, apakah dia beriman atau justru sebaliknya,
kufur. Bagi orang Mukmin sendiri, cobaan itu berlangsung sejak dia lahir hingga
dia meninggal. Keadaan ini tentu amat melelahkan. Namun, itulah cara yang
dilakukan oleh Allah untuk menempa keimanan hamba-hamba-Nya. Jika dia lolos,
maka dia berhak atas balasannya. Sebaliknya jika gagal, sanksi pun siap-siap
untuk diterimanya.
Kondisi itulah yang digambarkan oleh Rasulullah s.a.w.
melalui hadits di atas. Dikatakan oleh beliau bahwa kita hendaknya senantiasa
memperbarui kapal kita. Syaikh Nawawi memaknai “kapal” dalam hadits tersebut
dengan “niat.” Perbaruilah kapalmu, berarti baguskanlah niat dalam hatimu. Niat
di sini amatlah vital dalam segala hal. Sebab dia merupakan pangkal suatu
perbuatan. Jika niatnya bagus, maka baguslah amal perbuatannya. Demikian juga
sebaliknya. Ini berarti kita harus senantiasa mempersiapkan hati kita untuk
selalu tertaut hanya kepada Allah dalam setiap kondisi.
Selanjutnya beliau bersabda kepada kita agar mempersiapkan
perbekalan yang sempurna dan cukup. “Perbekalan yang sempurna” adalah amal dan
ibadah, baik yang terkait dengan ibadah secara murni (mahdhah) seperti shalat
dan haji, maupun ibadah-ibadah yang terkait dengan kemanusiaan seperti zakat,
memuliakan orangtua, menghormati orang lain, d.l.l. Dan tentu saja semua ibadah
tersebut harus dilakukan secara konsisten dan terus-menerus. Hanya dengan cara
itulah perbekalan tersebut mencukupi.
Ringankanlah beban bawaanmu, karena pendakian akan sangat
melelahkan. Pernyataan ini amatlah indah. Rasulullah mengibaratkan perjalanan
manusia ke akhirat layaknya seorang musafir yang sedang bepergian. Sebagai
musafir yang akan menempuh perjalanan jauh, dia harus mempersiapkan kendaraan
yang baik, mengambil bekal yang cukup, serta tak usah membawa barang-barang yang
tak diperlukan. Barang bawaan yang tak berguna sebaiknya ditinggalkan saja,
sebab hanya akan memperberat beban sang musafir. “Barang bawaan” dalam hadits
ini dapat dimaknai sebagai hal-hal keduniaan yang tak berhubungan langsung
dengan masalah akhirat. Memang, musafir harus meninggalkan itu semua agar tidak
memperberat dirinya sendiri dan agar perjalanannya menjadi lancar.
Sebagai
penutup dari hadits tersebut, Rasulullah menekankan pentingnya keikhlasan dalam
setiap perbuatan. Sebuah amal ibadah tak akan diterima oleh Allah tanpa
disertai dengan hati yang tulus dan ikhlas. Dan Allah sebagai Pencipta manusia
amat tahu mengenai isi hati seseorang. Karenanya hati hendaknya selalu dijaga
agar berada pada jalur yang benar.
Beginilah saat ikhlas
hilang dari dalam diri
Anas meriwayatkan bahwa : "Pada suatu hari
Rasulullah keluar rumah, sambil memegang tangan Abu Dzar beliau bersabda :
"Wahai Abu Dzar, tahukah engkau bahwa dihadapan kita ada rintangan yang
amat sukar untuk diatasi, yang tidak akan mampu untuk melewatinya, kecuali
orang yang ringan?" Lantas ada seorang lelaki berkata : "Ya
Rasulullah, apakah aku termasuk orang yang ringan atau orang yang berat?"
Maka Rasulullah s.a.w bertanya : "Apakah engkau punya makanan untuk
sehari?" Lelaki tadi menjawab : "Punya!" Rasulullah lalu
bertanya : "Apakah engkau punya makanan untuk esok?" Lelaki itu
menjawab : "Punya!" Rasulullah s.a.w bertanya lagi : "Apakah
engaku punya makanan untuk lusa?" Lelaki itu menjawab : "Tidak!"
Beliau lantas bersabda : "Apabila engkau memiliki makanan buat jatah
sampai tiga hari, maka engkau termasuk orang-orang yang berat."
Dari Muaz, Rasulullah
SAW bersabda : "Puji syukur kehadirat Allah SWT yang menghendaki agar
makhluk-Nya menurut kehendak-Nya, wahai Muaz!" Jawabku, "Ya, Sayidil
Mursalin."Sabda Rasulullah SAW, "Sekarang aku akan menceritakan
sesuatu kepadamu yang apabila engkau hafalkan (diambil perhatian) olehmu akan
berguna tetapi kalau engkau lupakan (tidak dipedulikan) olehmu maka kamu tidak
akan mempunyai alasan di hadapan Allah kelak."
"Hai Muaz, Allah itu menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dari bumi. Setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu langit dan tiap-tiap pintu langit dijaga oleh malaikat penjaga pintu menurut ukuran pintu dan keagungannya." "Maka malaikat yang memelihara amalan si hamba (malaikat hafazah) akan naik ke langit membawa amal itu ke langit pertama. Penjaga langit pertama akan berkata kepada malaikat Hafazah,"Saya penjaga tukang mengumpat. Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya karena saya diperintahkan untuk tidak menerima amalan tukang mengumpat".
"Hai Muaz, Allah itu menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dari bumi. Setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu langit dan tiap-tiap pintu langit dijaga oleh malaikat penjaga pintu menurut ukuran pintu dan keagungannya." "Maka malaikat yang memelihara amalan si hamba (malaikat hafazah) akan naik ke langit membawa amal itu ke langit pertama. Penjaga langit pertama akan berkata kepada malaikat Hafazah,"Saya penjaga tukang mengumpat. Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya karena saya diperintahkan untuk tidak menerima amalan tukang mengumpat".
"Esoknya, naik lagi malaikat Hafazah membawa amalan si hamba. Di langit kedua penjaga pintunya berkata,"Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya sebab dia beramal karena mengharapkan keduniaan. Allah memerintahkan supaya amalan itu ditahan jangan sampai lepas ke langit yang lain."
"Kemudian naik lagi
malaikat Hafazah ke langit ketiga membawa amalan yang sungguh indah. Penjaga
langit ketiga berkata, "Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya
karena dia seorang yang sombong."
Rasulullah SAW meneruskan sabdanya, "Berikutnya malaikat Hafazah membawa lagi amalan si hamba ke langit keempat. Lalu penjaga langit itu berkata,"Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya. Dia seorang yang ujub. Allah memerintahkan aku menahan amalan si ujub."
Seterusnya amalan si
hamba yang lulus ke langit kelima dalam keadaan bercahaya-cahaya dengan jihad,
haji, umrah dan lain-lain. Tetapi di pintu langit penjaganya berkata,"Itu
adalah amalan tukang hasad. Dia sangat benci pada nikmat yang Allah berikan
pada hamba-Nya. Dia tidak redha dengan kehendak Allah. Sebab itu Allah
perintahkan amalannya dilemparkan kembali ke mukanya. Allah tidak terima amalan
pendengki dan hasad."
Di langit keenam, penjaga pintu akan berkata,"Saya penjaga rahmat. Saya diperintahkan untuk melemparkan kembali amalan yang indah itu ke muka pemiliknya karena dia tidak pernah mengasihi orang lain. Kalau orang dapat musibah dia merasa senang. Sebab itu amalan itu jangan melintasi langit ini."
Malaikat Hafazah naik lagi membawa amalan si hamba yang dapat lepas hingga ke langit ketujuh. Cahayanya bagaikan kilat, suaranya bergemuruh. Di antara amalan itu ialah shalat, puasa, sedekah, jihad, warak dan lain-lain. Tetapi penjaga pintu langit berkata,"Saya ini penjaga sum’ah (ingin kemasyhuran). Sesungguhnya si hamba ini ingin termasyhur dalam kelompoknya dan selalu ingin tinggi di saat berkumpul dengan kawan-kawan yang sebaya dan ingin mendapat pengaruh dari para pemimpin. Allah memerintahkan padaku agar amalan itu jangan melintasiku. Tiap-tiap amalan yang tidak bersih karena Allah maka itulah riya'. Allah tidak akan menerima dan mengabulkan orang-orang yang riya'."
Kemudian malaikat Hafazah itu naik lagi dengan membawa amal hamba yakni shalat, puasa, zakat, haji, umrah, akhlak yang baik dan mulia serta zikir pada Allah. Amalan itu diiringi malaikat ke langit ketujuh hingga melintasi hijab-hijab dan sampailah ke hadirat Allah SWT.
Semua malaikat berdiri di hadapan Allah dan semua menyaksikan amalan itu sebagai amalan soleh yang betul-betul ikhlas untuk Allah. Tetapi firman Tuhan,"Hafazah sekalian, pencatat amal hamba-Ku, Aku adalah pemilik hatinya dan Aku lebih mengetahui apa yang dimaksudkan oleh hamba-Ku ini dengan amalannya. Dia tidak ikhlas pada-Ku dengan amalannya. Dia menipu orang lain, menipu kamu (malaikat Hafazah) tetapi tidak bisa menipu Aku. Aku adalah Maha Mengetahui."
"Aku melihat segala isi hati dan tidak akan terlindung bagi-Ku apa saja yang terlindung. Pengetahuan-Ku atas apa yang telah terjadi adalah sama dengan pengetahuan-Ku atas apa yang bakal terjadi."
"Pengetahuan-Ku
atas orang yang terdahulu adalah sama dengan Pengetahuan-Ku atas orang-orang
yang datang kemudian. Kalau begitu bagaimana hamba-Ku ini menipu Aku dengan
amalannya ini?". "Laknat-Ku tetap padanya."
Dan ketujuh-tujuh malaikat beserta 3000 malaikat yang mengiringinya pun berkata:
"Ya Tuhan, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami sekalian bagi mereka."
Dan semua yang di langit turut berkata,"Tetaplah laknat Allah kepadanya dan laknat orang yang melaknat."
Sayidina Muaz (yang meriwayatkan hadist ini) kemudian menangis terisak-isak dan berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana aku dapat selamat dari apa yang diceritakan ini?." Sabda Rasulullah SAW, "Hai Muaz, ikutilah Nabimu dalam soal keyakinan." Muaz bertanya kembali, "Ya, tuan ini Rasulullah sedangkan saya ini hanyalah si Muaz bin Jabal, bagaimana saya dapat selamat dan bisa lepas dari bahaya tersebut?". Bersabda Rasulullah, "Ya begitulah, kalau dalam amalanmu ada kelalaian maka tahanlah lidahmu jangan sampai memburukkan orang lain. Ingatlah dirimu sendiri pun penuh dengan aib maka janganlah mengangkat diri dan menekan orang lain." "Jangan riya” dengan amal supaya amal itu diketahui orang. Jangan termasuk orang yang mementingkan dunia dengan melupakan akhirat. Kamu jangan berbisik berdua ketika disebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik. Jangan takabur pada orang lain nanti luput amalanmu dunia dan akhirat dan jangan berkata kasar dalam suatu majlis dengan maksud supaya orang takut padamu, jangan mengungkit-ungkit apabila membuat kebaikan, jangan mengoyak perasaan orang lain dengan mulutmu, karena kelak engkau akan dikoyak-koyak oleh anjing-anjing neraka jahanam." Sebagaimana firman Allah yang bermaksud,"Di neraka itu ada anjing-anjing yang mengoyak badan manusia."
Muaz berkata, "Ya Rasulullah, siapa yang tahan menanggung penderitaan semacam itu?"
Jawab Rasulullah SAW, "Muaz, yang kami ceritakan itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah SWT. Cukuplah untuk menghindari semua itu, kamu menyayangi orang lain sebagaimana kamu mengasihi dirimu sendiri dan benci bila sesuatu yang dibenci olehmu terjadi pada orang lain. Kalau begitu kamu akan selamat dan dirimu pasti akan terhindar dari api neraka."
Semoga bermanfaat.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus