Tinggal nyaman di
dalam comfort zone alias zona nyaman ibarat katak dalam tempurung. Apa
yang kita tahu dan alami itu-itu saja. Pada gilirannya, apa yang kita dapat,
yach, hanya itu-itu saja juga. Atau, lebih parah lagi, zona nyaman kita menjadi
tidak lagi nyaman karena serbuan dari dunia luar. Hiiiiih, sereeem!
Dalam kehidupan ini,
sejatinya, tidak seorang pun anak manusia yang berada di dalam zona nyaman.
Setiap orang, baik anak yang masih kecil, atau pun nenek yang sudah tua renta,
senantiasa berada di zona yang tidak nyaman, hidup di dalam ketidakpastian.
Seorang anak kecil, tidak selamanya dapat berada di dalam lindungan
orangtuanya. Jika orangtuanya meninggal karena suatu sebab, sementara tidak ada
orang yang mau peduli dengannya, maka ia harus berjuang demi hidupnya sendiri
(meskipun kita tidak berharap peristiwa seperti ini terjadi). Banyak contoh
yang dapat kita saksikan mengenai kenyataan seperti ini.
Demikian juga orang
yang sudah tua renta. Kita tidak bisa menjamin bahwa anak dan cucu kita akan
peduli terhadap nasib kita saat kita sudah tidak dalam usia produktif. Inilah
kenyataan hidup di hari ini. Penuh ketidakpastian!
Dalam dunia yang
penuh ketidakpastian ini, zona nyaman merupakan musuh utama umat manusia.
Barangsiapa yang tidak siap untuk keluar dari zona nyaman, maka pertama, dia
tidak akan berkembang; Kedua, ada kemungkinan zona nyamannya sudah tidak lagi
menjadi tempat yang nyaman.
Misalnya, sudah
belasan tahun kita bekerja di suatu perusahaan. Kita sudah sangat nyaman dengan
situasi kita. Kita menjadi pegawai tetap dengan jaminan pensiun yang tinggi,
gaji yang lebih dari cukup, serta jaminan kesehatan yang membuat kita merasa
aman. Tetapi, tiba-tiba, karena satu hal atau lainnya, perusahaan tempat kita
bekerja mengalami kebangkrutan. Maka, mau tak mau kita harus keluar dari zona
nyaman kita. Kita harus mencari tempat baru yang belum pernah kita kenal sama
sekali dan memulai lagi dari nol.
Nah, oleh karena itulah,
keluar dari zona nyaman merupakan salah satu seni menjalani hidup yang harus
kita pelajari dan kuasai.
Memang sudah menjadi
sifat alami kita merasa takut dan cemas berada di dalam situasi yang asing.
Saat kita berada di dalam situasi yang asing, hal itu secara alami akan
menimbulkan kecemasan dan ketakutan di dalam diri kita. Parahnya, kecemasan dan
ketakutan ini akan menghasilkan pemikiran atau persepsi-persepsi negatif yang
mendukung rasa cemas dan takut itu. Pada gilirannya, persepsi-persepsi ini akan
membuat ketakutan dan kecemasan kita semakin menjadi-jadi.
Untuk itu, kita perlu
menata pikiran sedemikian rupa sehingga pemikiran-pemikiran negatif, yang tidak
mendukung dapat dihilangkan. Merubah persepsi dapat membantu kita mengurangi
rasa cemas dan takut berada di dalam situasi yang tidak menentu. Selain merubah
persepsi, masih ada beberapa cara untuk keluar dari zona nyaman.
Penasaran? Yuk,
langsung saja kita simak penjabarannya berikut ini.
Belajar
sesuatu yang baru
Setidaknya,
mempelajari sesuatu yang baru memiliki dua keuntungan. Yang pertama, kita
membiasakan diri berada di dalam situasi yang baru.
Berada di dalam
situasi yang baru niscaya membuat kita merasa cemas dan takut. Nah, dengan
terbiasa mempelajari sesuatu yang baru, kita pun terbiasa menghadapi kecemasan
dan ketakutan. Saat kita terbiasa dengan kecemasan dan ketakutan, kita pun
tidak lagi kaget dengan perasaan seperti itu.
Keuntungan yang kedua
yaitu, dengan mempelajari hal-hal baru, pengetahuan kita pun bertambah,
demikian juga dengan skill kita.
Pengetahuan dan skill
baru ini dapat kita gunakan sebagai senjata untuk menghadapi kondisi baru,
situasi yang masih asing bagi kita.
Perluas
sudut pandang
Untuk keluar dari
zona nyaman, kita perlu memperluas perspektif kita. Ini dikarenakan, situasi
baru harus didekati dengan perspektif yang berbeda. Orang-orang yang berada di
dalam situasi itu memiliki pandangan yang sama sekali berbeda dengan pandangan
kita.
Nah, jika kita tidak
memperluas perspektif kita, kita pun tidak akan dapat menyesuaikan diri dengan
situasi dan orang-orang yang berada di dalam situasi itu.
Salah satu cara
memperluas sudut pandang yaitu dengan bepergian ke tempat-tempat yang belum
pernah kita kunjungi. Kita dapat mempelajari tradisi, budaya, dan situasi yang
berbeda.
Tentukan
tujuan
Keluar dari zona
nyaman akan berkali lipat lebih sulit manakala kita tidak memiliki tujuan yang
jelas. Ini sama artinya kita tidak memiliki persiapan. Kita sama sekali buta
dengan situasi baru; Kita sama sekali tidak tahu apa yang ada di luar sana.
Jika kita tidak siap dengan kegagalan, maka keluar dari zona nyaman justru akan
membuat kita jera.
Oleh karena itulah,
kita perlu mempersiapkan diri manakala kita ingin keluar dari zona nyaman kita.
Salah satu persiapan
untuk menghadapi situasi yang baru yaitu menentukan tujuan yang jelas.
Menentukan tujuan
berarti mengetahui ke mana kita akan pergi, mengetahui risiko apa saja yang
akan kita hadapi, orang-orang macam apa yang akan menjadi teman kita, juga
orang-orang yang seperti apa yang akan kita hadapi.
Bersosialisasi
dengan orang-orang baru
Kelua dari zona
nyaman berarti keluar dari lingkungan di mana kita berada. Ini berarti kita
bergaul dan berurusan dengan orang-orang baru.
Nah, persiapkanlah
diri Anda untuk keluar dari zona nyaman dengan cara memperbanyak teman,
bersosialisasi dengan berbagai kalangan.
Luasnya pergaulan
dapat membantu mengurangi kecemasan kita manakala berada di dalam situasi yang
asing. Setidaknya, orang-orang yang baru kita kenal dapat membantu kita
mengadapi situasi yang baru.
Ingat, mereka adalah
orang-orang yang sudah ahli dan sudah familiar dengan situasi itu. Dengan
demikian, ketika Anda sudah mengenal mereka, mereka pun dengan senang hati akan
membantu Anda.
Jangan
menjadi perfeksionis
Salah satu penyebab
kecemasan yaitu terlalu berharap meraih hasil yang sempurna.
Tinggal di dalam
situasi yang sudah familiar membuat kita nyaman di dalamnya. Ini dikarenakan,
saat kita sudah familiar dengan suatu hal, maka kita pun akan menjadi ahli di
dalam hal itu. Dan, saat kita menjadi ahli, kita pun akan lebih mudah meraih
kesempurnaan.
Sebagai contoh, sudah
belasan tahun Anda bekerja di perusahaan A sebagai seorang staf keuangan. Anda
sudah sangat familiar dengan situasi kerja di perusahaan itu. Anda sudah paham
dengan ritme kerjanya, paham bagaimana berinteraksi dengan orang-orang di
lingkungan itu, serta paham bagaimana prosedur kerja di perusahaan itu.
Karena sudah sangat
familiar dengan situasi di perusahaan itu, Anda pun sudah sangat nyaman berada
di dalamnya. Anda sudah tidak perlu menyesuaikan diri dengan ritme kerja,
dengan orang-orang di dalamnya, juga sudah tidak perlu beradaptasi dengan
aturan-aturan kerjanya. Anda sudah sangat ahli di dalamnya. Anda sudah tidak
memerlukan bantuan orang lain untuk membimbing Anda.
Saat Anda sudah
sangat familiar di tempat kerja Anda, bukanlah hal yang sulit untuk bekerja
secara maksimal di dalamnya. Sudah tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Oleh
karenanya, Anda dapat meningkatkan produktivitas Anda kapan pun Anda mau.
Nah, keluar dari zona
nyaman bisa berarti kegagalan demi kegagalan. Ini dikarenakan, kita melakukan
apa yang belum pernah kita lakukan, kita masih sangat asing dengan apa yang
kita lakukan. Kita asing dengan orang-orang yang berada di lingkungan baru itu.
Kita masih harus banyak belajar dan menyesuaikan diri.
Apa kosekuensinya?
Tentu saja, saat kita belum familiar atau belum mengenal situasi baru dengan
baik, niscaya kita akan mengalami banyak kegagalan.
Orang yang
perfeksionis senantiasa takut dan cemas manakala berada di dalam situasi yang
baru, melakukan sesuatu yang baru, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ini
dikarenakan, ia takut kalau-kalau hasilnya mengecewakan, kalau-kalau ia gagal
dalam melakukan hal itu.
Oleh karena itulah,
agar Anda tidak canggung dengan situasi yang masih asing bagi Anda, berhentilah
menjadi orang yang perfeksionis. Maklumilah diri Anda jika Anda berbuat banyak
kesalahan. Tanamkan di dalam benak Anda bahwa Anda gagal karena Anda masih
belum mengenal dan belum ahli di dalam situasi baru tersebut.
Realistis
Sehubungan dengan
tantangan, secara umum, ada tiga zona yang dapat kita temui dalam kehidupan
ini. Yang pertama adalah zona nyaman. Zona ini merupakan zona yang sudah sangat
familiar bagi kita. Dan, karena familiar, kita pun merasa nyaman di dalamnya.
Kita merasa nyaman
berada di zona ini karena secara alamiah, kita cemas dan takut terhadap sesuatu
yang baru. Sebaliknya, kita merasa nyaman berada di dalam situasi di mana kita
sudah terbiasa hidup di dalamnya. Sudah tidak ada lagi tantangan di dalam zona
ini.
Zona yang kedua
adalah zona pembelajaran (learning zone). Berada di zona ini membuat
kita cemas tetapi, kecemasan itu masih dapat kita atasi. Contoh zona ini yaitu
situasi penuh tantangan, yang pernah kita alami sebelum-sebelumnya.
Sudah beberapa kali
Anda mengikuti meeting bersama direksi. Anda pun tidak memiliki fobia
untuk mempresentasikan rencana kerja Anda. Menghadapi situasi itu, sekali pun
Anda tidak memiliki fobia, niscaya tetap muncul kecemasan di dalam diri Anda.
Ini dikarenakan, banyak keputusan (benar) yang harus Anda buat. Rasa cemas ini
sangat rasional dan masih dapat ditoleransi. Anda pun masih dapat mengatasinya
dengan berbagai cara.
Para pakar menyebut
kecemasan ini sebagai optimal level of anxiety (tingkat kecemasan yang
moderat yang masih dapat dihadapi).
Ketiga, zona panik
alias panic zone. Zona ini merupakan zona yang sangat asing bagi kita.
Dinamakan zona panik karena bisa jadi, kita belum pernah sekali pun berada di
dalam zona ini, yang menyebabkan kita panik berada di dalamnya. Atau, bisa jadi
juga, kita sudah pernah berada di dalam zona ini, tetapi kita memiliki masalah
adaptasi di dalamnya. Misalnya, kita memiliki alergi konsumsi masakan laut
alias sea food. Saat kita mengonsumsi cumi, misalkan, timbul
bentol-bentol di tubuh kita. Ini berarti, sea food menjadi zona panik
kita.
Saat Anda ingin
keluar dari zona nyaman, pastikan bahwa Anda memasuki zona pembelajaran alias learning
zone, bukan panic zone. Memilih zona pembelajaran, alih-alih zona
panik merupakan pilihan yang realistis. Ini dikarenakan, Anda memilih zona yang
sesuai dengan batas kemampuan Anda.
Jika Anda memilih
berada di zona panik, tidak menutup kemungkinan yang terjadi justru Anda akan
jera untuk sekali lagi mencoba keluar dari zona nyaman. Penyebabnya, situasi
yang Anda hadapi tidak sesuai dengan batas kemampuan Anda. Mungkin Anda akan
menasihati diri Anda seperti ini: “Ga lagi-lagi, deh, keluar dari zona
nyaman. Situasi di luar penuh dengan risiko dan sangat berbahaya.”
Salah satu contoh
berada di dalam zona panik yaitu, maju ke atas panggung dan bernyanyi di
hadapan ribuan penonton untuk pertama kalinya, padahal kita memiliki demam
panggung.
Memaksakan diri untuk
berada di atas panggung sementara kita memiliki fobia berada di atas panggung
merupakan ide yang buruk. Kepanikan bisa menyerang kita. Dalam banyak kasus,
bahkan sampai ada yang perutnya mual dan muntah karena sangking paniknya.
Ujungnya, kita pun
malah malu dan menyalahkan diri kita sendiri karena telah memilih keputusan
yang salah (memutuskan untuk mencoba tampil di atas panggung). Pada gilirannya,
kesan yang timbul di dalam benak kita mengani situasi baru sangatlah buruk.
Kita akan trauma untuk keluar dari zona nyaman.
Merubah
perspektif
Seperti yang sudah
saya sebutkan sebelumnya, pikiran kita turut memengaruhi bagaimana kita
menghadapi situasi baru. Pikiran turut memengaruhi perasaan dan perilaku kita.
Ini seperti yang
dijelaskan oleh Dennis Greenberger dan Christine A. Padesky dalam buku mereka
yang berjudul Manajemen Pikiran: Metode Ampuh Menata Pikiran untuk Mengatasi
Depresi, Kemarahan, Kecemasan, dan Persaan Merusak Lainnya. Berkaitan
dengan hal itu, mereka menyontohkannya dengan keadaan berikut.
Bayangkan Anda berada
di dalam sebuah pesta. Banyak orang yang tidak Anda kenal, tetapi tak sedikit
pula orang yang sudah Anda kenal, sekali pun hanya sebatas kenal.
Saat Anda melihat
orang yang sudah Anda kenal (maksudnya, sebatas kenal, bukan teman dekat), Anda
pun dengan antusias menyapanya. Tetapi, ia hanya diam, tidak merespons sapaan
Anda. Nah, reaksi Anda ketika mendapatinya tidak merespons sapaan Anda
senantiasa dipengaruhi oleh pikiran Anda.
Jika Anda berpikir
bahwa orang itu sombong, maka Anda pun akan merasa jengkel dengan perilakunya.
Jika Anda berpikir bahwa dia tidak melihat kehadiran Anda, maka Anda pun akan
segera menghampirinya, menepuk pundaknya untuk menyapanya. Dan, jika Anda
berpikir dia sedang asyik mengobrol dengan pasangannya, Anda pun akan
membiarkannya supaya tidak menganggu keduanya.
Nah, demikian juga
ketika Anda memasuki situasi yang baru. Pikiran-pikiran negatif, yang tidak
mendukung bisa memengaruhi perasaan Anda. Berada di dalam situasi baru saja
sudah cukup membuat Anda cemas, apalagi diperparah dengan pikiran-pikiran
negatif tentang situasi asing itu. Berpikir bahwa keadaan di luar sana penuh
dengan bahaya yang bisa menjatuhkan diri Anda akan membuat rasa cemas dan
takut Anda semakin menjadi-jadi.
Pemikian-pemikiran
yang tidak mendukung ini dapat Anda hilangkan atau minimalisir dengan cara
mencari bukti-bukti yang mendukung pemikian Anda serta bukti-bukti yang
menyangkal pemikiran itu.
Dengan mengetahui
bukti-bukti yang menyangkal pikiran Anda, kecemasan dan ketakutan Anda pun
berkurang karena Anda menyadari bahwa pikiran-pikiran itu tidak masuk akal.
Anda sadar bahwa kecemasan dan ketakutan sungguh tidak diperlukan untuk
menghadapi situasi baru itu.
Sementara itu, dengan
bukti yang mendukung pemikiran Anda, Anda dapat mempersiapkan diri untuk
menghadapi kenyataan yang digambarkan oleh pemikiran itu.
Keluar dari zona
nyaman bukan hanya merupakan pilihan, melainkan keharusan. Orang yang
tidak berani keluar dari zona nyaman tidak akan bisa maju. Bahkan, bisa jadi,
ia tidak dapat bertahan hidup. Istilah populernya, ia akan mengalami seleksi
alam. Hal ini dikarenakan, dunia kita sekarang ini merupakan dunia yang penuh
ketidakpastian. Setiap langkah yang kita tempuh, setiap tempat yang kita
pijaki, senyaman apa pun ia, tetap saja mengandung ketidakpastian. Keluar dari
zona nyaman merupakan salah satu seni untuk bertahan di dunia yang penuh dengan
ketidakpastan ini.
Nah, agar respons
kita terhadap situasi baru tidak berlebihan, atau dalam kata lain, agar kita
dapat mengontrol diri kita manakala berada di dalam situasi yang baru, kita
harus mempersiapkan diri untuk mengahadapinya. Kita harus tahu cara untuk
menyesuaikan diri dengan situasi itu.
Kunci untuk
menghadapi situasi baru adalah memiliki tujuan, berpikir positif, dan berani.
Sumber:http://aquariuslearning.co.id/keluar-dari-zona-nyaman-sebagai-kunci-sukses-mengembangkan-diri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar