Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) berkewajiban untuk menerbitkan Faktur Pajak PPN setiap kali melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) ataupun Jasa Kena Pajak (JKP). Terhitung mulai tanggal 1 April 2013 seluruh PKP wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012. Dengan diberlakukan peraturan tersebut, penomoran Faktur Pajak tidak lagi dilakukan sendiri oleh PKP, tetapi dikendalikan oleh DJP melalui pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, di mana bentuk dan tata caranya ditentukan oleh DJP. Aturan ini juga mengembalikan pengaturan Faktur Pajak sesuai dengan UU KUP dan UU PPN, sehingga mempunyai basis legal yang kuat dan lebih memberikan kepastian hukum baik bagi PKP maupun bagi DJP.
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh DJP yang terdiri dari 16 digit, yaitu:
- 2 (dua) digit Kode Transaksi
- 1 (satu) digit Kode Status, dan
- 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh DJP
KPP tempat PKP dikukuhkan akan memberikan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900.13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun pajak 2014 akan dimulai dari Nomor Seri Faktur Pajak 900.14.00000001 demikian seterusnya.
Penggunaan Kode Transaksi
Kode Transaksi (dua digit) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
01 - digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode 09.
02 - digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut Bendahara Pemerintah.
03 - digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah).
04 - digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
05 - kode ini tidak digunakan.
06 - digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN, antara lain:
a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%
b. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pabrikan Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luat negeri oleh importir hasil tembakau sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002
c. Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN.
07 - digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku.
08 - digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
09 - digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.
Penggunaan Kode Status
Kode Status diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
0 (nol) - untuk status normal
1 (satu) - untuk status penggantian
Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan Kode Status “1”
Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
- Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai permintaan PKP, contoh PKP meminta 100 NSFP, maka DJP memberikan sebanyak 100 NSFP.
- NSFP digunakan untuk penerbitan FP dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam NSFP.
- NSFP yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak tertentu dilaporkan ke KPP tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan.
- PKP yang melakukan pengisian Kode dan NSFP yang tidak sesuai dengan ketentuan PER-24/PJ/2012, maka FP yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
- NSFP yang diberikan oleh DJP digunakan untuk membuat FP pada tanggal Surat Pemberitahuan NSFP atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang tertera pada NSFP tersebut. (SE-26/PJ/2015).
Dalam hal PKP telah membuat FP dengan mencantumkan tanggal sebelum tanggal Surat Pemberitahuan NSFP, maka FP tersebut merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Terhadap FP Tidak Lengkap tersebut dapat dilakukan pembatalan FP, dibuat FP baru dengan menggunakan NSFP yang sama dengan FP Tidak Lengkap yang telah dibatalkan tersebut. Tanggal pada FP yang baru dibuat tidak boleh mendahului tanggal Surat Pemberitahuan NSFP. Pembatalan dan pembuatan FP dapat dilakukan sepanjang SPT Masa PPN di mana FP tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, atau belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima SPT Hasil Verifikasi.
Efek hukum atas pembatalan dan pembuatan FP tersebut:
- Dalam hal FP yang dibuat PKP diketahui bukan pada saat seharusnya FP dibuat, maka FP tersebut merupakan FP yang dibuat tidak tepat waktu oleh PKP. Maka PKP yabg tidak membuat FP maupun PKP yang membuat FP, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi FP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
- Dalam hal FP yang tidak tepat waktu dibuat setelah melewati jangja waktu 3 (tiga) bulan sejak saat FP seharusnya dibuat, PKP dianggap tidak menerbitkan FP. Bagi pembeli, FP ini tidak dapat dikreditkan.
Semoga bermanfaat,
Sardana
Sumber Referensi:
1. PER-24/PJ/2012
2. SE-26/PJ/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar