Ada dua istilah yang sering digunakan oleh berbagai kalangan
terutama dalam ilmu biologi dan dunia ekonomi. Agar tidak terlalu mbulet pada
pengertian kedua kata tersebut, buat
istilah gampangnya saja, produsen adalah makhluk yang mampu menciptakan suatu output,
sedangkan konsumen adalah makhluk yang memanfaatkan hasil dari pihak lain.
Lantas mengapa judulnya mengambil satu kata
"produsen" saja, sedangkan "konsumen" tidak disertakan?
Dalam hal amal sholeh, manusia itu sudah diciptakan memang memiliki
sifat konsumtif. Bukti bahwa manusia bersifat konsumtif, sejak masih dalam
kandungan hingga terlahir, manusia sudah mengkonsumsi kebaikan dari ibunya. Coba perhatikan bagaimana beratnya
seorang ibu hamil membawa janin kemanpun dia pergi dan semakin hari bebanya semakin
bertambah. Saat melahirkan, sifat konsumtif seorang anak manusia terhadap amal
sholeh sang ibu lebih hebat lagi, rasa sakit yang tak terhingga bahkan
pertaruhan antara hidup dan mati dia persembahkan demi cintanya pada calon sang anak. Peran
amal sholeh seorang ayah pun, walaupun tak langsung dirasakan oleh sang anak,
jelas bukan sesuatu yang sedikit.
Itu baru cerita tentang proses hamil dan melahirkan seorang
anak, sudah begitu banyak konsumsi amal kebaikan yang dirasakan oleh sosok anak
manusia. Apalagi kalau harus dilanjutkan sampai proses pertumbuhan dan
perkembangan hidupnya, sudah pasti asupan amal sholeh dari orang lain lebih
banyak lagi dibutuhkan. Inilah bukti bahwa manusia itu memiliki sifat konsumtif,
makanya "konsumen" tidak perlu dibahas pada kesempatan ini. Sebab
sudah dapat dipastikan manusia akan mudah menerima, mencari, membutuhkan, dan
sampai menuntut amal sholeh dari manusia lainnya.
Dengan demikian, fokusnya adalah bagaimana agar kita mampu
menempatkan diri sebagai sosok produsen amal sholeh. Manusia yang bersedia dan
bersenang hati menghasilkan amal sholeh setiap saat sehingga dapat memberikan
manfaat sebanyak mungkin bagi manusia. Bukankan Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad,
ath-Thabrani, ad-Daruqutni).
Begitu
banyak keutamaan akan pentingnya produksi amal sholeh bagi manusia. Walaupun
yang dirasakan oleh seseorang saat berbuat baik kepada orang lain, yang
memperoleh manfaat langsung adalah orang menerima kebaikan (konsumer). Namun sesungguhnya
perbuatan baiknya itu bagi dirinya sendiri.
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ
لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian
berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri”
(QS. Al-Isra:7)
Berikut ini,
sebagian stimulus yang dijelaskan baik dalam al-qurán maupun al-hadits tentang
keutamaan memiliki sifat sebagai produsen amal sholeh. Amal sholeh yang
dilakukan sudah pastinya adalah yang dilandasi oleh keimanan yang kuat dan
keikhlasan yang menghunjam ke dalam relung seorang manusia.
1.
Mendatangkan hidayah
Allah swt
berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُم
بِإِيمَٰنِهِمْ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمُ ٱلْأَنْهَٰرُ فِى جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan
mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam
surga yang penuh keni’matan. (QS. Yunus
|10| : 9)
Menurut Ibn
Katsir, ayat tersebut adalah kabar gembira bagi orang-orang yang bahagia, yakni
mereka yang beriman kepada Allah Ta’ala, membenarkan para Rasul, melaksanakan
apa yang diperintahkan, lalu mereka pun melakukan amal sholeh, bahwa
sesungguhnya Allah akan memberi petunjuk kepada mereka karena keimanan mereka.
2.
Menghindari kerugian hidup
Allah swt
berfirman:
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ
آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ
“Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS.
Al ‘Ashr: 1-3).
3.
Teman sejati di alam kubur
Nabi
bersabda;
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ
اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ
“Suatu yang mengikuti mayat ada tiga, dua
kembali pulang, dan satu ikut bersamanya…
يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ
فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
Ia dihantarkan keluarganya, hartanya dan amalnya, maka yang kembali pulang keluarganya dan hartanya; sedangkan yang tersisa (bersamanya hanyalah) amalnya."
Allah swt menggambarkan akan penyesalahn orang-orang yang enggan beramal sholeh ketika hiudpnya:
حَتَّى إِذَا جَاءَ
أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا
فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ
بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Wahai Rabbku,
kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku dapat beramal shalih terhadap yang telah
aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang
diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan.” (QS Al Mu`minun |23|: 99-100)
4.
Penolong dalam kesulitan
Suatu kisah
yang masyhur dalam sebuah hadits
riwayat Imam Bukhari Muslim dikisahkan, ada tiga orang pemuda pergi hendak
beribadah kepada Allah. Di perjalanan hujan turun sangat lebat sekali.
Lalu mereka pun berlindung di dalam sebuah gua. Tiba-tiba jatuh sebuah
batu sangat besar menutupi mulut gua. Ketiga-tiga pemuda itu akhirnya
terkurung dan tidak dapat keluar.
Maka mereka pun berupaya dengan berdoá mengingat amal-amal terbaiknya
yang pernah mereka lakukan, pemuda pertama yang mengurungkan keinginan berzinanya,
pemuda kedua yang mengembalikan uang bayaran pembantunya yang berkembang biak
sangat banyak, dan pemuda ketiga yang begitu besar rasa baktinya kepada kedua
orangtuanya.
Akhirnya atas doá mereka, batu besar yang menutupi pintu gua pun terbuka,
dan mereka dapat keluar dari dalam gua.
Penolong kesulitan bukan hanya saat di dunia, tetapi yang lebih
dibutuhkan adalah pada saat di hari akhirat, Rasulullah bersabda;
مَنْ نَفَّسَ
عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, ةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله
عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa yang memudah kesulitan seorang
mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan
kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang
sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan
akhirat” (HR. Muslim).
Ruang lingkup amal
Sabda Nabi Muhammad saw;
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً أَفْضَلُهَا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَوْضَعُهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ
الْإِيمَانِ
“Keimanan
itu memiliki tujuh puluh sekian cabang, sebaik-baiknya adalah ucapan La ilaaha
illallah, dan yang paling sederhana adalah mengyingkirkan bahaya dari jalan.
Malu merupakan salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Muslim).
Pantas jika
kemudian, Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengungkapkan bahwa, “Nilai diri
seseorang terletak pada kebaikan (amal sholeh) yang dilakukan.”
Dengan kata
lain, amatlah banyak kebaikan (amal sholeh) yang bisa dilakukan. Misalnya,
seorang ayah yang berangkat pagi, pulang malam untuk menafkahi keluarga dengan
cara halal, itu amal sholeh.
Demikian
pula, jika seorang ayah tadi dalam kesehariannya, ke kantor dan pulang ke rumah
menggunakan sepeda motor, lalu berhati-hati dan mengikuti rambu-rambu lintas
yang ada, sehingga dirinya tidak menjadi sebab terganggunya pengendara lain,
maka sungguh dia telah beramal sholeh.
Begitu pula
jika, sang ayah tadi banyak memberikan kesempatan pengendara lain untuk
mendahului atau lewat di depannya kala ada persimpangan, sungguh ia telah
memudahkan orang lain, dan insha Allah itu juga amal sholeh.
Subhanallah, andaikata seorang Muslim tidak bisa
kemana-mana, lalu ia tersenyum kepada anggota keluarga, tetangga atau siapapun
yang sempat ia lihat dalam waktu itu, baginya juga pahala. Karena tersenyum
kepada sesama adalah bagian dari iman dan itu adalah amal sholeh.
Rasulullah bersabda;
أبي ذرّ رضي الله عنه قال : قالَ لي النبي
صلى الله عليه و سلم : لاَ تَحْقِرَنَّ منَ المعْرُوفِ شَيْئاً ولوْ أنْ تَلْقَ
أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Dari Abi
Dzar radhiallahu anhu, Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu meremehkan kebaikan
sekecil apapun, sekalipun engkau bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri.” (HR. Shohih Muslim)
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ
صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى ۗ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih
baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si
penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” [QS: Al-Baqarah; 263]
Dan, sungguh
amal sholeh lainnya masih sangat banyak dengan beragam bentuk amalan. Mulai
dari sedekah, menuntut ilmu, mengajarkan ilmu, membantu urusan kaum Muslimin,
mendirikan masjid, memperbaiki jalan yang rusak, mendirikan rumah sakit, hingga
menegakkan hukum secara adil.
Subhanallah...
Akahkah
biarkan waktu berlalu tanpa amal sholeh?
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus