“Kami perintahkan kpd
manusia supaya beruntuk baik kpd kedua orang tuanya, ibu mengandung dgn susah
payah, dan melahirkan dgn susah payah (pula). Mengandung sampai menyapih ialah
tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umur sampai empat puluh
tahun ia berdo’a, “Ya Rabb-ku, tunjukkilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
yg telah Engkau berikan kpdku dan kpd kedua orang tuaku dan supaya aku dpt
beruntuk amal yg shalih yg Engkau ridlai, berilah kebaikan kpdku dgn (memberi
kebaikan) kpd anak cucuku. Sesungguh aku bertaubat kpd Engkau dan sesungguh aku
termasuk orang-orang yg berserah diri”. (QS Al-Ahqaf: 15)
1.
Berbakti kepada kedua orang tua
Arti Penting dan Kedudukan Berbakti Pada Orang Tua
Berbakti kepada
kedua orang tua merupakan salah satu amal sholih yang mulia bahkan disebutkan
berkali-kali dalam Al Quran tentang keutamaan berbakti pada orang tua. Alloh
Ta’ala berfirman: “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (An
Nisa: 36). Di dalam ayat ini perintah berbakti kepada dua orang tua
disandingkan dengan amal yang paling utama yaitu tauhid, maka ini menunjukkan
bahwa amal ini pun sangat utama di sisi Alloh ‘Azza wa Jalla. Begitu besarnya
martabat mereka dipandang dari kacamata syari’at. Nabi mengutamakan bakti
mereka atas jihad
fi sabilillah, Ibnu Mas’ud berkata: “Aku pernah bertanya kepada
Rosululloh, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Alloh?’ Beliau menjawab,
‘mendirikan sholat pada waktunya,’ Aku bertanya kembali, ‘Kemudian apa?’ Jawab
Beliau, ‘berbakti kepada orang tua,’ lanjut Beliau. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian?’
Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Alloh.’” (HR. Al Bukhori no.
5970). Demikian agungnya kedudukan berbakti pada orang tua, bahkan di atas jihad fi
sabililllah, padahal jihad memiliki keutamaan yang sangat besar
pula.
Bentuk
berbakti kepad orang tua
(1) Bergaul dengan cara yang
baik
Dalam
suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad
(dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ’ain)
dengan meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis, maka Rasulullah
Shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, "Kembali dan buatlah keduanya
tertawa seperti engkau telah membuat keduanya menangis" [Hadits Riwayat
Abu Dawud dan Nasa’i] Dalam riwayat lain dikatakan : "Berbaktilah kepada
kedua orang tuamu" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
(2) Berkata dengan perkataan
yang lembut
(3) Tawadhu dan tidak boleh
sombong
(4) Bershodaqoh kepad orang
tua
(5) Mendo’akan orang tua
Kalau orang tua telah meninggal:
[1] Mendo’akannya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya
Kisah keutamaan berbakti kepada orang tua :
“Artinya : ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat
sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua
di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu
besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain:
‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon
kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah
menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya
Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia
sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala
kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada
kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk
mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku
dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana
sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun
keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk
meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada
siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian
aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku
berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada
anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik
karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang
menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”
Ancaman Durhaka Kepada Orang Tua
Wahai saudaraku, Rosululloh menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang
tua dengan berbuat syirik kepada Alloh. Dalam hadits Abi
Bakrah, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para
sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik, duraka
kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori)
Membuat menangis
orang tua juga terhitung sebagaa perbuatan durhaka, tangisan mereka berarti
terkoyaknya hati, oleh polah tingkah sang anak. Ibnu ‘Umar menegaskan: “Tangisan
kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari, Adabul Mufrod
hlm 31. Lihat Silsilah
Al Ahaadits Ash Shohihah karya Al Imam Al Albani, 2.898)
Alloh pun
menegaskan dalam surat Al Isro’ ayat 23 bahwa perkataan “uh” atau “ah” terhadap
orang tua saja dilarang apalagi yang lebih dari itu. Dalam ayat itu pula
dijelaskan perintah untuk berbuat baik pada orang tua
Sekarang kita
ketahui bersama apa arti penting dan keutamaan berbakti pada orang tua. Kita
ingat kembali, betapa sering kita membuat marah dan menangisnya orang tua?
Betapa sering kita tidak melaksanakan perintahnya? Memang tidak ada ketaatan
kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Alloh, akan tetapi bagaimana sikap kita
dalam menolak itupun harus dengan cara yang baik tidak serampangan.
Bersegeralah kita meminta maaf pada keduanya, ridho Alloh tergantung pada ridho
kedua orangtua.
2.
Bersyukur atas nikmat yang diberikan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
bahawa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya ada tiga orang dari bani Israil, yaitu: penderita penyakit
kusta, orang berkepala botak, dan orang buta. Kemudian Allah swt ingin menguji
mereka bertiga, maka diutuslah kepada mereka seorang malaikat.
Maka
datanglah malaikat itu kepada orang pertama yang menderita penyakit kusta dan
bertanya kepadanya: “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab:
“Rupa yang bagus, kulit yang indah, dan penyakit yang menjijikan ramai orang
ini hilang dari diriku”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit
itu, serta diberilah ia rupa yang bagus, kulit yang indah, kemudian malaikat
itu bertanya lagi kepadanya: “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?”, ia
menjawab: “unta atau sapi”, maka diberilah ia seekor unta yang sedang bunting, dan ia pun didoakan: “Semoga Allah swt
memberikan berkah-Nya kepadamu dengan unta ini.”
Kemudian
Malaikat tadi mendatangi orang kepalanya botak, dan bertanya kepadanya: “Apakah
sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab: “Rambut yang indah, dan apa
yang menjijikan dikepalaku ini hilang”, maka diusaplah kepalanya, dan seketika
itu hilanglah penyakitnya, serta diberilah ia rambut yang indah, kemudian
melaikat tadi bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang kamu senangi?”. ia
menjawab: “sapi atau unta”, maka diberilah ia seekor sapi yang sedang bunting, seraya didoakan: ” Semoga Allah swt
memberkahimu dengan sapi ini.”
Kemudian
melaikat tadi mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya: “Apakah
sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab: ”Semoga Allah swt berkenan
mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang”, maka diusaplah
wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah swt penglihatannya, kemudian
melaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang paling kamu senangi?”,
ia menjawab: “kambing”, maka diberilah ia seekor kambing yang sedang bunting.
Lalu
berkembang biaklah unta, sapi dan kambing tersebut, sehingga yang pertama memiliki
satu lembah unta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga
memiliki satu lembah kambing.
Sabda
Nabi saw berikutnya:
Kemudian
datanglah malaikat itu kepada orang yang sebelumnya menderita penyakit kusta,
dengan menyerupai dirinya disaat ia masih dalam keadaan berpenyakit kusta, dan
berkata kepadanya: “Aku seorang miskin, telah terputus segala jalan bagiku
(untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga tidak akan dapat
meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah swt, kemudian
dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah memberi anda rupa yang tampan,
kulit yang indah, dan kekayaan yang banyak ini, aku minta kepada anda satu ekor
unta saja untuk bekal meneruskan perjalananku”, tetapi permintaan ini ditolak dan
dijawab: “Hak hak (tanggunganku) masih banyak”, kemudian malaikat tadi berkata
kepadanya: “Sepertinya aku pernah mengenal anda, bukankah anda ini dulu orang
yang menderita penyakit lepra, yang mana orangpun sangat jijik melihat anda,
lagi pula anda orang yang miskin, kemudian Allah swt memberikan kepada anda
harta kekayaan?”, dia malah menjawab:
“Harta
kekayaan ini warisan dari nenek moyangku yang mulia lagi terhormat”, maka
malaikat tadi berkata kepadanya: “jika anda berkata dusta niscaya Allah swt
akan mengembalikan anda kepada keadaan anda semula”.
Kemudian
malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya berkepala botak, dengan
menyerupai dirinya disaat masih botak, dan berkata kepadanya sebagaimana ia
berkata kepada orang yang pernah menderita penyakita lepra, serta ditolaknya
pula permintaanya sebagaimana ia ditolak oleh orang yang pertama. Maka malaikat
itu berkata: “jika anda berkata bohong niscaya Allah swt akan mengembalikan
anda seperti keadaan semula”.
Kemudian
malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya buta, dengan menyerupai
keadaannya dulu disaat ia masih buta, dan berkata kepadanya: “Aku adalah orang
yang miskin, yang kehabisan bekal dalam perjalanan, dan telah terputus segala
jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga aku tidak dapat lagi meneruskan
perjalananku hari ini, kecuali dengan pertolongan Allah swt kemudian
pertolongan anda. Demi Allah yang telah mengembalikan penglihatan anda, aku
minta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan perjalananku”. Maka orang itu
menjawab: “Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah swt mengembalikan
penglihatanku. Maka ambillah apa yang anda sukai, dan tinggalkan apa yang tidak
anda sukai. Demi Allah, saya tidak akan mempersulit anda dengan mengembalikan
sesuatu yang telah anda ambil kerana Allah”. Maka malaikat tadi berkata: ”
Peganglah harta kekayaan anda, kerana sesungguhnya engkau ini hanya diuji oleh
Allah swt, Allah swt telah ridho kepada anda, dan murka kepada kedua teman anda”.
(HR. Bukhori dan Muslim)
3.
Beramal sholeh
Imam Al Ghazali sampai mengomentari ayat tersebut dengan mengatakan ““Barangsiapa
yang telah melampui usia 40 tahun sedangkan kebaikannya tidak dapat mengalahkan
kejahatannya, maka hendaklah dia mempersiapkan dirinya untuk masuk ke dalam
neraka”
Oleh karena itu ketika usia 40 tersebut akan menghampiri kita, kita masih
melihat dunia sebagai ajang kesenangan, kesia-siaan adalah suatu keseharian
kita, tanpa menyadari bahwa kematian bisa datang kapan saja, tanpa suatu amal
yang cukup untuk bertemu dengan Allah di hari penghisaban nanti, maka
berhati-hatilah. Mari kita segera kita merobah diri untuk kebaikan.
Rasulullah saw bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
tentang pentingnya untuk sesalu melakukan aktifitas yang membuahkan amal
sholeh, karena dengan amalan sholeh itu akan membuat para pelakunya semakin
dekat dengan Allah swt sehingga akan dapat meningkatkan keimanan dan
ketaqwaanya, tetapi bila yang terjadi sebaliknya maka akan menyebabkan para
pelakunya itu bisa-bisa akan kehilangan iman dan taqwa.
“Bersegeralah kamu beramal sholeh karena akan
datang (terjadi) fitnah-fitnah laksana serpihan malam gulita, dimana seseorang
pada pagi hari beriman, namun sore harinya kafir. Sore beriman, pada pagi
harinya kafir, ia rela menjual agamanya dengan harta benda dunia “.
Dari hadis
Rasulullah tersebut diatas memberikan gambaran bahwa setiap saat manusia akan
senantia dihadapkan pada suatu permasalahan yang membuat mereka terlena dengan
permainan dunia yang menyesatkan, karena pada diri manusia itu memiliki nafsu.
Selain itu syetan senantiasa berusahan untuk menggoda manusia agar menuruti
hawa nafsunya sehingga manusia itu rela meninggalkan ajaran Allah swt hanya
berusaha untuk mendapatkan kenikmatan dunia yang sementara yang sesungguhnya
tidak dapat memberikan jaminan kebahagiaan baik mulai di dunia hingga di
akherat kelak.
Setiap manusia
tentu saja amat mendambakan kebahagiaan, tidak hanya bahagia di dunia tetapi
juga di akherat. Namun hal itu harus di capai tidak hanya dengan doa tetapi
harus dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam hidup di dunia ini, yaitu dengan
amal sholeh yang sebanyak-banyaknya. Allah Swt berfirman dalam surat Anahl : 97
”Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya
akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka
kerjakan”.
Manakala seorang
muslim telah beramal sholeh dengan sebanyak-banyaknya, maka dia akan mendapatkan
kesempatan bisa berjumpa dengan Allah Swt. Allah Swt berfirman di
dalam surat Al kahfi : 110
”Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini
manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Karena begitu pentingnya kedudukan amal sholeh dalam kehidupan manusia di
dunia dan akherat, maka setiap kita harusberusaha jangan sampai amal yang telah
kita kerjakan itu menjadi sia-sia, takada nilai apa-apa di sisi Allah. Oleh
karena setiap kita harus memahami prinsip-prinsip amal sholeh dan berusaha
mewujudkanya dalam kehidupan ini. Diantara prinsip amal sholeh yang harus
mendapatkan perhatian kita semua yaitu :
1. Ikhlas karena Allah Swt
Ikhlas adalah salah satu sarat mutlak diterimanya suatu amal seorang
muslim,amal apapun yang dikerjakan manusia meskipun banyak dan baik tetapi jika
tidak dilandasi oleh keikhlasan maka tidak akan membuahkan amal sholeh dan
tidak ada nilai pahala sedikitpun di hadapanAllah Swt meskipun di mata
manusiadia dianggap telah melakukan amal sholeh yang banyak. Allah Swt
berfirman di dalam surat Al Bayyinah : 5
“5. Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Dengan keikhlasan yang tulus, meskipun pelaksanaan ajaran Islam itu ada
yang berat, akan ringan rasanya dan sebaliknya bila tanpa keikhlasan, meskipun
sebenarnya pelaksanaan ajaran Islam itu ada yang ringan menjadi berat rasanya.
2. Benar cara melaksanakanya
Yang dimaksudkan benar cara melaksanakannya adalah bahwa setiap amal
kebaikan itu harus dilakukukan sesuai dengan apa yang telah di contohkan oleh
Rasulullah saw, karena bila amal kebaikan itu dilakukan tanpa ada ilmu yang
telah di contohkan oleh Rasulullah makatidak akan ada nilai amal sholehnya. Hal
ini sesuai dengan hadist Rasululloh Saw yang artinya :
”Barang siapa menimbulkan sesuati yang baru
dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajaranya, maka tertolak (HR.Bukhari)”
3. Tujuanya hanya untuk mencari ridhlo Allah Swt
Semua amal yang
tidak didasarkan untuk mencari ridhlo Allah Swt atau apalagi dengan maksud
untuk mendapatkan pujian dari manusia, harta, tahta dan sebagainya maka amal
itu tidak membuahkan amal sholeh. Apa lagi jika mala yang dilakukan itu atas
dasar riya ( ingin mendapatkan pujian manusia) sangat tidak dibenarkan oleh
Allah Swt. Disamping amalnya baiknya tidak bernilai apa-apa, orang yang riyak
juga dicap oleh Allah Swt sebagai pendusta agama. Allah Swt berfirman di dalam surat Al Al Maa’uun : 4-7
“4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat
riya, Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Allah Swt berfirman di dalam surat Al Baqarah : 264
”Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada
tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak
bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
4. Tidak merasa sudah banyak amal sholeh yang dilakukan
Kenapa perasaan seperti ini harus dihilangkan dari hati manusia, karena
jika manusia telah merasa bahwa mereka telah melakukan banyak beramal sholeh
akan menyebabkan sudah cukup banyak pahala yang diperoleh sehingga akan
melemahkan semangat untuk beramal sholeh lagi. Tetapi jika sebaliknya maka
manusia akan terus berusaha memperbanyak amalan sholeh karena merasa masih
kurang, selain itu semakin banyak nilai amal sholeh yang telah dilakukan, maka
manusia akan semakin dinilai bertaqwa kepada Allah dan akan menjadi orang yang
paling mulia di sisi Allah Swt. Allah sendiri
juga tidak menetapkan berapa banyak nilai pahala dari amal sholeh yang harus
dibawanya agar bisa dimasukan ke dalam surga. Yang pasti semakin banyak pahala,
tentu semakin terasa nikmat kehidupan manusia di akherat kelak. Allah Swt berfirman di dalam surat Al
Hujuraat : 13
”Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
5. Segera mungkin melaksanakanya
Karena manusia
itu tidak tahu kapan datangnya kematian dan berapa lama mereka akan hidup, maka
segerakanlah untuk melakukan amal sholeh dan jangan di tunda-tunda mumpung
Allah masih memberikan kesempatan . Jika ajal telah tiba maka kita tidak akan
dapat berbuat apa-apa lagi yang tersisa hanyalah penyesalan belaka. Sebagai seorang
muslim yang sejati hendaknya menyegerakan untuk melakukan amal sholeh karena
soal umur kita tidak tahu selain itu juga untuk menjaga hati dan iman sebagai
bentuk ketaatan kepada Allah Swt.
Diantara sekian
banyak sahabat Nabi yang tidak suka menunda-nunda amal sholeh yang hendak
dikerjakanya adalah Muada bin Jabal. Ini tercermin dari ungkapanya ketika
ditanya oleh Rasul tentang bagaimana keadaanya pada suatu pagi. Muadz menjawab:
”Ya Rasul, saya pagi ini betul-betul merasa
jadi orang yang beriman karena saya tidak yakin apa nanti sore saya masih hidup
atau tidak,dan nanti sorepun saya tidak yakin apakah besok pagi saya masih
hidup atau tidak, bahkan langkah saya yang pertama tidak saya yakini bisa
dilanjutkan kelangkah yang kedua.”
Dengan sikap
seperti itulah, seorang muslim akan selalu terbayang-bayang pada kematian yang
membuat dia tidak berani menunda-nunda amal sholenya. Rasululloh bersabda :
”Segeralah
melakukan amal sholeh, sebab akan terjadi fitnah besar bagai gelap malam yang
gulita. Ketika itu seseorang pada pagi hari mu’min, tiba-tiba pada sore hari
berbalik kafir, menukar agama karena sedikit keuntungan duniawi yang sederhana
.” (HR. Muslim)
Disamping itu, setiap manusia pasti mati, sementara saat kematian itu
seorang muslim dituntut berada dalam keadaan tunduk dan patuh kepada Alloh Swt,
maka karena kematian selalu mengintai 24 jam setiap harinya maka seorang muslim
tidak akan menunda-nunda amal sholeh yang hendak dikerjakanya, karena memang
dia tidak tahu kapan akan meninggal dunia. Dan bagi seorang
muslim yang terpenting adalah bukan apan dia meninggal dunia, tetapi dalam
keadaan bagaimana dia meninggal dunia, dalam keadaan tunduk atau dalam keadaan
durhaka kepada Allah Swt.
Dengan demikian
menjadi jelas bagi kita bahwa iman memang tidak cukup hanya sekedar pangakuan,
tetapi iman itu harus dibuktikan dengan amal sholeh yang sebanyak-banyaknya.
Dengan iman dan amal sholeh itu seorang muslin akan mencapai kebahagiaan hidup
yang hakiki, di dunia maupun di akherat.
Demikian apa yang bisa saya sampaikan semoga bisa menjadikan pelajaran buat
kita semua dan kita bisa memetik hikmahnya dan kita mampu mengerjakanya amalan
sholeh seperti apa yang telah Rosull contohkan biar diterima Allah yang
akhirnya kita mendapatkan ridlo dari Alloh Swt
4.
Mendidik anak menjadi pribadi sholeh
Rasulullah saw bersabda,
“Apabila anak Adam (manusia) meninggal
dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu
yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakan untuknya.” (HR. Muslim)Anak-anak adalah anugerah
dari Allah swt yang tentunya sangat berharga bagi orangtuanya. Anak-anak juga
merupakan amanah yang dipercayakan Allah SWT kepada orangtua, yang harus dijaga
dan dipelihara dengan sebaik-baiknya agar mereka bisa mendapatkan keselamatan
di dunia dan di akhirat.
Orangtua mana yang tidak mau mempunyai
anak-anak yang sholeh dan sholehah. Oleh karena itu, orangtua juga harus
memiliki perbekalan agar bisa memberikan pendidikan agama yang sempurna bagi
anak-anaknya. Karena, mendidik anak merupakan salah satu tugas dan tanggung
jawab orangtua yang cukup penting.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh
orangtua yang ingin memiliki anak-anak yang sholeh dan sholehah yaitu
senantiasa berdoa kepada Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan amalan para nabi dan rasul yang selalu memohon kepada
Allah SWT untuk diberikan keturunan yang baik. Firman Allah SWT, “Di sanalah
Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari
sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.”
(QS. Ali Imran:38)
Dalam membesarkan dan mendidik anak, hendaklah
orangtua menanamkan akidah dan akhlak (keteladanan) yang baik sesuai syariat Islam di
dalam diri sang anak. Akidah dan akhlak yang mantap merupakan jaminan kebahagiaan
dan keselamatan hidup manusia, baik di dunia dan di akhirat. Dengan akidah dan
akhlak yang baik, anak-anak akan senantiasa dapat menjaga keimanan mereka.
Keimanan dalam diri anak-anak sangat penting
agar mereka agar tidak tersesat nantinya. Keimanan tersebut dilambangkan dengan
ketaatan dan kepatuhan kepada Tuhannya, Allah swt. Dalam hal ini, orangtua juga
perlu memberikan tuntunan beribadah yang sesuai dengan syariat Islam, bahwa
ibadah yang dilakukan itu adalah semata-mata karena Allah swt serta senantiasa
menyerahkan segala jiwa dan raganya terhadap segala perintah Allah swt dan
meninggalkan segala larangan-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt,
“Katakanlah:” Sesungguhnya shalatku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
(QS. Al An’am:162)
Dan yang terakhir, amalan yang paling penting dalam
membesarkan anak-anak yaitu memberi mereka makan
dari sumber yang halal. Firman Allah SWT, “Wahai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya syaithan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:168)
Harta yang halal yang didapatkan orangtua
bukan saja mampu memperolah ridho dan berkat dari Allah SWT. Anak-anak yang
memakan makanan dari usaha orangtuanya yang halal akan tumbuh menjadi anak-anak
yang sehat dan pintar, sehingga mereka akan senantiasa melakukan kebaikan dan
dirahmati Allah SWT. Sebaliknya, memberi makan pada anak-anak dari hasil usaha
yang haram hanya akan membuat anak sakit-sakitan karena tidak barokah. Untuk
itu, orangtua harus menjauhi usaha yang bersifat haram dan tercela seperti
mencuri, riba, korupsi, menipu, dan sebagainya.
Demikianlah usaha-usaha yang dapat dilakukan
oleh para orangtua dalam membesarkan anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Marilah kita sama-sama memberikan pendidikan yang sempurna untuk anak-anak
kita, guna menghasilkan generasi penerus yang cemerlang di masa mendatang.
Berikanlah mereka kasih sayang dan tunjukkanlah contoh yang baik agar anak-anak
kita menjadi sosok manusia seperti yang kita inginkan.
Keberhasilan anak merupakan keberhasilan
orangtuanya juga, karena anak yang soleh/solehah itu merupakan bukti bahwa
orangtua telah melaksanakan amanah Allah swt terhadap anaknya dengan baik. Dan
di akhirat nanti, amanah ini akan ditanyakan oleh Allah SWT. Dan dengan
melaksanakan dan mengamalkan ajaran agama manusia mendapatkan bimbingan
dan panduan dalam membentuk sebuah keluarga bahagia yang dirahmati dan diridhoi
Allah swt.
5.
Bertaubat
Taubat
Nabi-nabi dalam Al Quran
Al Quran telah menyebutkan kepada kita taubat
Nabi-nabi dan orang-orang yang saleh atas perbuatan salah mereka. Mereka segera
menyesal, bertaubat dan beristighfar dari kesalahan itu. Dengan berharap agar
Allah SWT mengampuni dan meneriman taubat mereka.
Pemimpin orang-orang yang taubat adalah nenek
moyang manusia, Adam a.s. Yang telah Allah SWT jadikan dia dengan tangan-Nya
dan meniupkan ke dalam dirinya secercah dari ruh-Nya, memerintahkan malaikat
untuk sujud kepadanya, mengajarkan kepadanya seluruh nama-nama, serta
menampilkan keutamaannya atas malaikat dengan ilmu pengetahuannya. Namun Adam
yang selamat dalam ujian ilmu pengetahuan, tidak selamat dalam "term
pertama" ujian iradah (mengekang hawa nafsu). Allah SWT mengujinya dengan
beban pertama yang ditanggungkan kepadanya. Yaitu melarang untuk memakan suatu
pohon. Hanya satu pohon yang dilarang untuk dimakannya, sementara memberikan
kebebasan baginya untuk memakan seluruh pohon surga sesuka hatinya, bersama
isterinya. Di sini tampak ia tidak dapat menahan keinginan pribadinya, serta
melupakan larangan Rabbnya dengan dipengaruhi bujuk rayu syaitan dan tipu
dayanya, sehingga dia pun memakannya dan dia pun terjatuh dalam kemaksiatan.
Namun secepatnya dia mencuci dan membersihkan dirinya dari bekas-bekas dosa
itu, dengan taubat dan istighfar.
"Dan
durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan
memberinya petunjuk."
(QS. Thaaha: 121-122)
Al Quran menceritakan kepada kita tentang
taubat Musa yang dipilih Allah untuk membawa risalah-Nya dan menerima
kalam-Nya. Serta Allah SWT menurunkan taurat kepadanya, menjadikannya sebagai
salah satu ulul 'azmi dari sekian rasul, serta membekalinya dengan sembilan
ayat-ayat penjelas. Namun ia telah melakukan dosa sebelum mendapatkan risalah.
Yaitu karena menuruti permintaan seseorang dari kaumnya yang sedang bertengkar
dengan kaum Fir'aun untuk membantunya, maka kemudian Musa memukulnya dan orang
itupun tewas seketika.
"Musa berkata: Ini adalah perbuatan
syaitan sesungguhnya syaitan adalah musuh yang menyesatkan, lagi nyata
(permusuhannya). Musa mendo'a: Ya Tuhanku, sesungguhya aku telah menganiaya
diriku sendiri, karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya
Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al Qashash:
15-16)
Beliau juga telah melakukan kesalahan setelah
menerima risalah, ketika beliau berkata:
"Berkatalah
Musa: Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku melihat kepada Engkau.
Tuhan berfirman: Kamu sekali-kali tidak sanggup melihatKu, tapi lihatlah ke
bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sedia kala) niscaya kamu
dapat melihatKu. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh, dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah
Musa sadar kembali, dia berkata: Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau
dan aku orang yang pertama-tama beriman." (QS. al A'raaf: 143)
Di sini, Allah SWT berfirman:
"Hai
Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di
masamu) untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara langsung denganKu. Sebab
itu berpegan teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu
termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS. al A'raaf: 144)
Ketika Musa kembali kepada kaumnya setelah
beliau melakukan munajat kepada Rabbnya selama empat puluh malam, dan mendapati
kaumnya telah menyembah anak sapi yang dibuat oleh Samiri, dan menjadikan anak
sapi itu sebagai tuhan yang disembah, maka amarah beliaupun segera meledak. Dan
bersabda: "alangkah buruknya perlakuan kalian sepeninggalku".
Kemudian beliau melemparkan lembaran-lembaran yang terdapat di dalamnya Taurat
kalam Allah. Beliau melemparkan lembaran itu ke tanah, padahal di dalamnya
terdapat firman-firman Allah. Kemudian menarik kepala saudaranya, Harun,
kepadanya, padahal ia juga adalah rasul sepertinya jua. Dan saudaranya itu
berkata kepadanya: "Wahai saudara seibuku, mengapa engkau tarik jenggot
dan kepalaku, karena kaum kita itu menganggap aku lemah, dan mereka hampir
membunuhku, maka janganlah engkau jadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan
janganlah jadikan aku dari kelompok orang yang zhalim.
Di sini Musa menyadari kemarahannya itu,
meskipun marahnya itu karena Allah SWT.
"Musa
berdo'a: Ya Tuhanku, ampunilah aku dan sauadaraku dan masukkanlah kami ke dalam
rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang."
(QS. al A'raaf: 151)
Al Quran juga menceritakan tentang taubat Nabi
Yunus a.s. Ketika beliau berdakwah kepada kaumnya untuk menyembah Allah SWT
namun mereka tidak menuruti dakwahnya itu. Maka Nabi Yunus tidak merasa sabar
menghadapi itu, dan marah terhadap kaumnya, kemudian beliaupun pergi
meninggalkan mereka. Kemudian Allah SWT ingin menguji beliau dengan cobaan yang
dapat membersihkannya, dan menampakkan sifat aslinya yang bagus. Serta sejauh
mana keyakinanya terhadap Rabbnya dan kejujurannya dengan Rabbnya. Beliau
kemudian menaiki sebuah kapal laut, di tengah laut kapal itu dihantam angin
besar, dan dipermainkan oleh ombak, dan mereka merasa bahwa mereka sedang
berada dalam bahaya yang besar. Para anak buah kapal berkata; kita harus
mengurangi beban kapal sehingga kapal ini tidak tenggelam. Dan akhirnya mereka
harus memilih untuk menceburkan sebagian orang yang berada di atas kapal itu
agar para penumpang yang lain selamat dari ancaman tenggelam itu. Hal itu
dilakukan dengan sistem undian. Kemudian undian itu jatuh kepada Yunus, dan
beliaupun harus mengikuti nasibnya itu. Maka beliaupun dilemparkan ke laut, dan
kemudian ditelan oleh seekor ikan paus, sambil mendapatkan kecaman karena ia
marah terhadap kaumnya serta meninggalkan mereka, karena putus harapan atas
mereka. Tanpa berupaya untuk terus mengulangi usahanya itu. Di dalam perut ikan
paus itu, keyakinan Yunus kembali menguat, dan beliau berdo'a dalam kegelapan
yang menyelimutinya itu: kegelapan laut, kegelapan malam, dan kegelapan perut
ikan paus, dengan kalimat-kalimat yang direkam oleh Al Quran ketika bercerita
dengan ringkas tentang Yunus ini:
"Dan
(ingatlah) kisah Dzun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia
menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya atau menyulitkannya, maka ia
menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: Bahwa tidak ada tuhan (yang berhak di
sembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk
orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan do'anya dan
menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang
yang beriman." (QS. al Anbiyaa: 87-88)
6.
Berserah diri (Istiqomah dalam Islam)
Ketika
membicarakan apa itu istiqomah, akan banyak sekali interpretasi yang muncul
berkaitan dengan maknanya. Satu kata ini memang memiliki makna yang sangat
dalam sehingga ketika ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah,
ajarilah aku tentang islam yang aku tidak akan menyakan ini lagi kepadamu?”.
Maka Rasul pun menjawab “Berislamlah, berbuat baiklah lalu istiqomah”. Karena
amalan yang paling disukai oleh Allah bukanlah amalan yang besar semata. Tapi
Allah akan menyukai amalan yang dijalankan secara kontinyu meskipun hanya
merupakan amalan yang nilainya kecil.
Beberapa makna
Istiqomah yang bisa kita ambil hikmahnya adalah, Konsisten, Persisten, dan
Konsekuen. Ketiga unsur makna ini adalah bentuk dari perwujudan sebuah makna
keistiqomahan dalam berjuang dengan idealisme dakwah yang tinggi., yang akan
tetap memperjuangkan dakwah dengan keistiqomahan idelaisme hingga syahid menjai
penutup akhir hidup seorang mujahid dakwah.
1. Konsisten
Idealaisme tak
dibatasi oleh waktu. Ia tak hanya berumur 4 atau 5 tahun dan bersemayam di jiwa
hanya ketika berada di kampus. Idealisme harus dibentuk dengan penuh pemahaman
bahwa apa yang selama ini diperjuangkan dan diyakini adalah memang sebuah
kebenaran. Bukan hanya sekedar taklid, mengikut tanpa tahu maksud. Idealisme
tidak akan bertahan lama bila dibangun diatas fondasi pemahaman yang rapuh.
serta tidak ditegakkan secara konsisten. Karena hanya orang-orang beridealisme
tinggilah yang mampu menhadapi berbagai gelombang ujian kehidupan. Konsisten
berarti apa yang dikatakannya hari ini adalah juga merupakan perkataannya hari
esok.
2. Persisten
Ketika sebuah usaha mengalami kegagalan atau menemui berbagai macam
benturan kepentingan yang saling melemahkan, maka persistensi seseorang yang
memiliki idealisme tinggi harus menjadi senjata ampuh untuk bisa menjadi tameng
dalam menghadapi beratnya cobaan itu. Ketika terjatuh,
ia harus kembali bangkit. Bukan sekedar menyesali kesalahannnya. Introspeksi
memang penting, tapi jauh lebih penting lagi bila kita tak hanya menyesali
kesalahan, kita harus mampu mencari solusi untuk bangkit dari kegagalan. Karena
orang yang kuat bukan hanya yang mampu melewati terpaan ujian semata, tapi
mampu kembali mendongakkan wajah saat raganya mulai tersungkur dan mampu
mengepalkan kembali semangat juang dari keterjatuhan. Persisten harus dibangun
dalam diri setiap mujahid-mujahid dakwah karena akan banyak sekali tenaga yang
dibutuhkan dalam memperjuangkan nilai-nilai syari’at dan kemenangan dakwah di
muka bumi.
3. Konsekuen
Hal yang menjadi
penting bagi seseorang yang memiliki idealisme adalah ia harus konsekuen dengan
apapun yang ia perbuat. Ia harus mampu berada di garis terdepan ketika banyak
orang yang mencela. Bukan sembunyi dibalik ketakutan yang menghantui. Apapun
yang telah kita perjuangkan pasti ada konsekuensinya. Memperjuangkan dakwah
berarti kita harus siap dengan segala macam hambatan dan musuh-musuh dakwah
yang pasti akan selalu mencari celah untuk menghancurkan kita. Memperjuangkan
dakwah berarti kita harus rela mengorbankan segala potensi yang kita miliki,
selama itu masih bisa kita lakukan. Harta, waktu, tenaga bahkan juiwa adalah
potensi-potensi itu. Dakwah ini membutuhkan orang-orang yang tetap tegar
memperjuangkan dakwah sehingga ia mampu menjadi seorang pejuang yang tak kenal
lelah. Karena kelelahan hanya akan membuat kita semakin terperdaya untuk
meminimalisir waktu perjuangan yanga ada. Kelelahan hanya akan membuat
produktifitas dakwah ini menurun. Oleh karena itu sangat dibutuhkan sekali energi
pembaharu semangat dakwah yang akan menjadi obat bagi kelelahan menyusuri jalan
Perjuangan ini.
Sardana
diambil
dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar