Banyak rekan yang memberikan
ucapan selamat ketika pengumuman mutasi itu menempatkan saya di kota
Purwakarta. Walau ada pula yang nyindir.. “Kok
cepet-cepet ngerem sih pak.. padahal kalau agak sabar satu jam lagi nyampe tuh
ke Bandung.” Adapula rekan saat di kantor lama delapan tahun lalu yang saat ini sudah menjabat sebagai
kepala kantor pajak salah satu kota di Sumatera memberikan ucapan dengan
selipan bahasa daerahnya: “Selamat ya
sanak, sekarang ke kantor cukup sepuluh menit ya?.” Entah “muji” atau
“ngejek” gak jelas apa maksudnya ucapan teman yang satu ini, tapi emang
begitulah gayanya dia. Dia sudah tahu kalau home base saya di Bandung, dan
pastinya dia juga tahu betul kalau jarak Bandung – Purwakarta itu sekitar 60
km, waktu tempuh via jalan tol pun setidaknya butuh 40 menit. Tetapi kok
bisa-bisanya bilang “cukup sepuluh menit”.
He he he.. ya itulah yang saya maksud gak jelas apakah ini “pujian” atau
“ejekan”. Tapi ya sudah lah.. sabar aja saya mah.
Memang sih kalau ditanya pilih
mana di Bandung atau di Purwakarta, saya tentu akan memilih di Bandung.
Walaupun Purwakarta pernah menjadi kota yang diharapkan, tapi perjalanan waktu
dan keadaan yang menjadikan Bandung lebih utama untuk dipilih.
Namun dalam hidup, siapapun
pastilah akan pernah bahkan mungkin sering mendapatkan kenyataan yang berbeda
dengan harapan yang didambakan. Ada pasangan muda yang berharap anak pertamanya
lelaki, tetapi kenyataan justru memberinya anak wanita. Ribuan peserta audisi
kontes tertentu, tetapi kenyataan hanya beberapa peserta saja yang diloloskan
oleh juri.
Itulah fakta, namun jarak
Purwakarta dan Bandung yang tidak dekat dan dipisahkan oleh banyak bukit maupun
lembah itu telah disambung oleh banyak
jembatan. Pada jalur tol Cipularang misalnya antara dua kota itu disambung oleh
jembatan Ciujung yang panjangnya 550 meter, Cisomang 252 meter, Cikubang 500
meter, Cipada 720 meter, dan Cimeta 400 meter. Akhirnya dengan banyaknya
jembatan penyambung itu menjadikan banyak orang berlalu lalang mendapatkan
manfaat, laju ekonomi terus melaju.
Jadi ketika harapan berbeda
dengan kenyataan dibutuhkan jembatan penghubung agar perbedaan itu tidak
menjadikan hidupnya mandek, buntu, apalagi gak bisa gerak. Jembatan penghubung
itu adalah syukur. Bahkan Allah menjanjikan kepada hambanya yang bersyukur atas
nikmat-Nya maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya lagi. Sesungguhnya apa yang
terjadi pada kehidupan seorang anak manusia tidak terkecuali semua telah
tercatat pada ilmunya Allah. Semakin jauh jarak antara harapan dan kenyataan,
harus semakin banyak jembatan syukur yang menghubungkannya agar nikmat Allah
tetap bertambah.
Ya Allah bimbinglah, tunjukilah,
dan jangan cabut hidayah-Mu. Tetapkanlah agar diri ini menjadi hamba yang selalu
berdo’a, meminta pertolongan, dan beribadah kepada-Mu. Sungguh begitu besar
nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami. Masukan kami kedalam kelompok
hamba yang senantiasa bersyukur kepada-Mu. Jangan masukan kedalam orang yang
mendustkan nikmat-Mu.
“Maka
nikmat Tuhanmu yan manakah yang kamu dustakan?"
Sardana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar