Rasulullah bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ
آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ،
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي
بِهِ
"Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan
kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jallah
berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan
pahalanya."
Puasa mendidik pelakunya pada keikhlasan. Sebab puasa adalah
ibadah rahasia, yang tahu hanyalah dirinya dan Tuhannya. Karena itu, sebagian
ulama mengatakan bahwa puasa itu tidak dirasuki oleh riya’ pada saat menjalankannya, dan hanya dimasuki riya’ dari aspek memberitahukannya.
Bandingkan dengan ibadah lainnya sangat rentan dari termasukinya unsur riya’ , seperti sholat, zakat, haji.
Keikhlasan dalam ketaatan merupakan kinci strategis bagi
setiap hamba yang melaksanakan ibadah dan berbagai amalan. Inilah nilai
strategis ikhlas bagi kita:
- Hakikat hidup adalah beribadah dan ibadah tergantung pada niatnya
Dalam ajaran Islam, hakikat hidup yang sesungguhnya ialah melaksanakan instrukri robbani (ibadah). Dan dalam melaksanakan ibadah ini semata-sama harus dilakukan dengan penuh keikhlasan, menggapai keridhoan Alloh. Tiada artinya seluruh aktivitas ibadah yang dilakukan tanpa diiringi dengan keikhlasan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
- Ibadah tidak akan diterima tanpa adanya pemahaman yang benar dan ikhlas
Dikisahkan oleh Imam Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya bahwa Syufayya Al-Ashbahi suatu ketika memasuki kota Madinah, ternyata ada seseorang yang dikerumuni orang-orang. Syufaiya bertanya: “Siapa dia?” Mereka menjawab: “Abu Hurairah.” Aku mendekatinya lalu aku duduk di hadapannya sementara ia tengah asyik menyampaikan wejangan dan nasihatnya. Saat diam dan selesai, aku berkata padanya: “Aku bersumpah atas nama Al-Haqq, sampaikanlah suatu hadits padaku yang kau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang kau pahami dan yang kau ketahui.”
Abu Hurairah pun menjawab: “Baik, aku akan menyampaikan kepadamu suatu hadits yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepadaku yang aku pahami dan aku ketahui.” Abu Hurairah menangis terisak-isak sampai pingsan, setelah terdiam sejenak, kemudian beliau sadar dan bertutur: “Aku akan menyampaikan kepadamu suatu hadits yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepadaku di rumah ini, tidak ada orang lain bersama kami.”
Setelah itu Abu Hurairah menangis terisak-isak sampai pingsan lagi, kemudian beliau sadar dan mengusap wajahnya lalu berkata, “aku akan menyampaikan kepadamu suatu hadits yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepadaku di rumah ini, tidak ada orang lain bersama kami.”
Kemudian beliau sadar dan mengusap wajahnya lalu berkata, aku akan menyampaikan kepadamu suatu hadits yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepadaku di rumah ini, tidak ada orang lain bersama kami.”
Setelah itu Abu Hurairah menangis terisak-isak sangat keras sampai jatuh tersungkur pingsan lagi di atas wajahnya lalu aku menyandarkannya di badanku selang berapa lama. Setelah sadar beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menceritakan kepadaku, bahwa Allah Tabaaraka wa Ta’ala pada hari kiamat akan turun kepada para hamba untuk memutuskan di antara mereka dan masing-masing umat berlutut.
Orang pertama yang dipanggil adalah orang hafal Al-Qur`an, orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang banyak hartanya. Allah berfirman kepada penghafal Al-Qur`an: “Bukankah Aku telah mengajarimu sesuatu yang Aku turunkan pada rasul-Ku?” Ia menjawab: “Benar, wahai Rabb.” Allah bertanya: “Apa yang kau amalkan dari ilmu yang diajarkan padamu?” Ia menjawab: Dengannya, dulu aku shalat di malam dan siang hari.” Allah berfirman padanya: “Kau dusta.” Para malaikat pun berkata padanya: “Kau dusta.” Allah berfirman, “Tapi kau ingin memperoleh pujian bahwa si fulan ahli membaca Al-Qur`an dan memang telah kau peroleh ujian itu.”
Setelah itu pemilik harta didatangkan, lalu Allah bertanya kepadanya: “Bukankah Aku dulu melapangkan rizkimu hingga Aku tidak membiarkanmu memerlukan kepada siapa pun?” Orang itu menjawab: “Benar, wahai Rabb.” Allah bertanya: “Lalu apa yang kau lakukan dengan apa yang Aku berikan padamu?” Ia menjawab: “Aku menyambung silaturrahim dan bersedekah.” Allah berfirman padanya: “Kau dusta.” Para malaikatpun berkata padanya: “Kau dusta.” Allah berfirman, “Tapi kau ingin peroleh gelar bahwa si fulan dermawan dan memang telah kau peroleh gelar itu.”
Kemudian orang yang terbunuh di jalan Allah didatangkan, Allah bertanya kepadanya: “Karena apa kau terbunuh?” Ia menjawab: “Aku diperintahkan berjihad di jalan-Mu lalu aku berperang hingga aku terbunuh.” Allah berfirman padanya: “Kau dusta.” Para malaikatpun berkata padanya: “Kau dusta.” Allah berfirman, “Tapi kau ingin dijuluki si fulan pemberani dan memang telah kau peroleh gelar itu.” Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memukul lututku dan bersabda, “Hai Abu Hurairah, ketiga orang itulah makhluk Allah pertama-tama yang neraka dinyalakan karena mereka pada hari kiamat.”
- Hidup adalah pertarungan hak dan batil, Allah akan memenangkan mereka yang ikhlas
Sejarah mencatat bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kekalahan umat islam dalam berperang adalah ikhlas. Saat perang uhud, sebagian pasukan islam memburu ghonimah (rampasan perang) dan mereka lupa kepada Allah. Sehingga pasukan umat islam saat itu mengalami kekalahan. Begitupula saat perang Hunain, jumlah pasukan islam lebih banyak jumlahnya dibanding pasukan musuh. Segelintir orang tidak memiliki rasa ikhlas, mereka merasa di atas angin karena jumlah pasukan yang banyak. Namun yang terjadi justru pasukan islam mendapat kekalahan. Baru setelah bertaubat kepada Alloh, pasukan islam mendapat kemenangan berkat bantuan tentara malaikat yang diturunkan langsung oleh Allah Swt.
Ada hikayat yang semoga bisa menjadi belajaran berharga tentang pentinganya ikhlas dalam memenangi pertarungan al-haq dan al-bathil. Kisah tentang ketekunan ibadah seorang pemuda pada masa Bani Israel. Suatu saat ketekunan ini terusik oleh realitas prilaku suatu masyarakat yang menyembah-nyembah pohon besar. Ia tidak mungkin membiarkan hal ini, sebab menegakkan dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar termasuk kewajiban agama dan bagian dari ibadah. Usut punya usut dalam pikirannya, sang pemuda menemukan pangkal penyebabnya; yakni pohon besar itu. Semangat dan ghirah keagamaannya benar-benar telah menyatu dengan tekad untuk menebang pohon tersebut.
Suatu hari berangkatlah pemuda itu dengan menentang kapak besar di tangan, tujuan cuma satu, tumbangkan pohon karena jadi sumber kesesatan. Di tengah jalan, ia dihadang oleh Iblis yang menjelma manusia. Sekedar basa-basi sebentar, lantas Iblis laknat menanyakan tujuan pemuda tersebut. Dengan kekuatan aspirasi keikhlasan, pemuda itu menjawab, menumbangkan pohon. Tetapi sang Iblis tetap menghalang-halangi. Maka terjadilah duel, antara pemuda yang sholeh itu dan manusia jelmaan Iblis. Tidak disangka sang Iblis untuk kesekian kali terpukul mundur, sampai terjungkal-jungkal karena bantingan pemuda ikhlas tadi. Duel memang benar-benar tidak seimbang. Sang Iblis merasakan ada kekuatan ekstra luar biasa yang menyelimuti diri pemuda. Sebelum terlalu dipecundangi oleh pemuda ini, Iblis sadar, bahwa untuk mengalahkan pemuda ini, maka sumber kekuatan yang luar biasa itu harus diputus.”Okey, okey, saya menyerah. Aku kapok.” Iblis mulai memasang taktik. Pemuda sholeh dan lugu ini menghentikan serangannya. Iblis dengan lagak benar-benar telah damai mendekati pemuda.“Persoalan masyarakat terlalu rumit. Walaupun pohon itu anda tumbangkan, toh masih ada banyak pohon. Saya melihat anda tidak pernah memikirkan diri sendiri. Tampaknya anda ini orang yang miskin butuh uang.” “Memang aku miskin, memangnya kenapa?” Pemuda ini mulai terpancing oleh logika yang dipasang oleh Iblis”. “Saya kasihan dengan keadaanmu ini. Masalah menebang pohon masih banyak waktu, silahkan ditebang. Tetapi kalau hari ini anda membatalkan penebangan dan kembali ke rumah, saya berjanji, setiap habis tidur, di bawah bantal anda akan ada uang yang cukup untuk belanja hidup anda setiap hari,” mendengar penuturan Iblis yang menyamar manusia ini, sang pemuda menjadi tertarik. Ia mulai berpikir bahwa penundaan penebangan cukup masuk akal; toh masih ada waktu. Itu pertama. Yang kedua, apa salahnya membuktikan ucapan orang ini. Yang pertama berdasarkan pertimbangan rasional, dan yang kedua dilandasi oleh tamanni (membayangkan sesuatu yang belum tentu hasilnya). “Baiklah, tawaranmu aku terima.” Jawab sang pemuda. Sang Iblis menarik nafas lega dengan sedikit menarik urat keningnya sambil berkata dalam hati: “Kena, kau pemuda!” Barang kali begitu reaksi Iblis.
Racun Iblis dipastikan telah memenuhi pikiran dan hati. Yang dinanti-nanti cuma satu; kapan datang malam dan bangun tidur. Benar, saat pemuda itu bangun tidur, langsung ia membalik bantal, uang. Sang pemuda tersenyum. Besuknya, begitu juga, uang. Dan sampai pada hari ketiga, begitu juga, Iblis telah masang uang. Tetapi saat memasuki hari berikutnya. Sang pemuda, kecewa berat. Karena di bawah bantal tidak ada uang. Ia merasa dikhianati. Maka kemarahan hatinya meluap. Tekad telah bulat untuk menumbangkan pohon besar tersebut; sebuah azam yang tertunda. Di tengah jalan, sang Iblis muncul; lebih santai, rilek dan penuh kepercayaan diri.“Mau ke mana, wahai pemuda!”“Kau mengingkari janji. Perjanjian telah putus. Aku akan merobohkan pohon tersebut,” sentak pemuda. Ketika hendak melangkah, sang Iblis menghalangi.“Kalau kau bisa melangkahi tubuhku, silahkan,” Iblis menantang duel. Tak pelak, perkelahian terjadi. Tetapi kondisi sangat bertolak belakang dengan pertarungan awal. Pada pertempuran kali ini, malah sang pemuda yang menjadi bulan-bulanan Iblis, beberapa kali pemuda itu dibanting oleh Iblis. Seluruh kekuatan telah dikerahkan, tetapi sia-sia. Iblis tampak lebih unggul. Akhirnya ia menyerah kalah.“Hari ini engkau begitu kuat, jauh di atas saya. Aku mengaku kalah. Tetapi bagaimana bisa terjadi, padahal tempo hari kau benar-benar tidak berdaya,” pemuda ini mengeluhkan keadaannya.“Wahai pemuda, ketahuilah. Aku ini Iblis., pada pertarungan awal engkau digerakkan oleh semangat keikhlasan karena Allah. Aku tidak akan mampu menjungkalkan hamba yang dipenuhi oleh kemurnian ibadah semata-mata karena Allah. Tetapi semangat merobohkan pohon kali ini, engkau digerakkan oleh semangat kekecewaan karena tidak mendapatkan uang di bantal. Ibadahmu telah kau kotori dengan aspirasi duniawiyah. Dan itulah yang membuat agamamu melenceng dan bagai debu-debu yang berterbangan.” Begitulah Iblis, begitu pula kemampuannya memanej dunia untuk menyesatkan hamba-hamba Allah.
- Diberikan energi yang besar dan nafas yang panjang dalam menjalankan ibadah
Dalam realitas keseharian, permasalahan seringkali kali datang menimpa kita. Kekecewaan, ketidakpuasan setiap saat akan terus menghampiri kehidupan setiap insan. Maka dibutuhkan sumber kekuatan besar untuk menghadapi itu semua agar tetap tidak berputus asa. Kesadaran bahwa hidup hakikatnya adalah kehendak dari Allah, maka ikhlas akan memberikan energi besar untuk terus beramal secara berkesinambungan.
Dengan sifat ikhlas, kita akan memiliki nafas panjang dalam beribadah. Karena ibadah yang dilakukan murni karena Alloh semata, bukan manusia, organisasi, jemaah, atau organisasi.Wallahu 'alam bi showab
Diambil dari berbagai sumber.
Sardana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar