Dalam pekan ini warga kota
Bandung khususnya para bobotoh Persib tengah bersuka ria atas kemenangan Persib
yang tampil sebagai jawara Liga Super Indonesia 2014. Sambutan yang meriah
ketika iring-iringan pemain Persib mengelilingi jalan-jalan protokol kota
Bandung. Setelah penantian lama 19 tahun
sejak Persib meraih gelar juara liga Indonesia pertama 1995, kerinduan
para pendukung pun kini terobati.
Ada hal menarik dari Persib dalam
berbagai laga pertandingan yang dijalaninya selama musim liga tahun 2014 ini
dan telah mengantarkannya sebagai tim terbaik di tahun ini adalah statistik goals
yang dilesakannya Persib ke gawang lawan. Tribunnews.com misalkan merilis statistik
goals yang dibuat Persib, dari 17 goal yang dicetak sebanyak 14 goals dibuat
pada babak kedua. Dari 14 goals yang dihasilkan pada babak kedua sebanyak 8
goals disarangkan ke gawang lawan pada 15 menit terakhir. Artinya 47% goals
Persib tercipta pada 15 menit akhir laga dari 90 menit waktu tanding. Bahkan
dalam beberapa laga Persib terlebih dulu kecolongan goals dari pihak lawan,
namun akhirnya Persib mampu membalikkan keadaan dan memenangi dalam pertandingan
tersebut.
Pesan yang dapat diambil dari
data statistik goals Persib tersebut adalah bahwa dalam hidup harus senantiasa
optimis, tidak mudah berputus asa. Tidak segera menyimpulkan bahwa pada laga
ini akan berakhir dengan kekalahan, kemenangan tidak mungkin terwujud, keadaan
begitu sulit untuk ditaklukkan. Padahal waktu masih ada, kesempatan untuk
mengubah keadaan masih sangat terbuka. Kesabaran, keuletan, kreatifitas, dan inovasi
sangat dibutuhkan untuk mengatasi kondisi yang tidak kondusif menjadi yang
lebih baik.
Juga sebaliknya, tidak ada yang
menjamin bahwa situasi yang menyenangkan akan selalu bersamanya. Bisa saja
akibat kelengahan, kurang konsentrasi, meremehkan pihak lawan, atau megendurkan
intensitas kerja, maka kemenangan yang didepan mata menjadi sirna. Selama laga
belum berakhir, nafas kehidupan masih berdenyut, maka mengurangi semangat bekerja,
bersantai ria atau tidak focus lagi akan membawa pada kemunduran bahkan
kekalahan.
Yang terpenting adalah bagaimana
membangun rasa optimisme, agar hidup menjadi semakin lebih baik, lebih baik,
dan berkahir dengan lebih baik. Barangkali tiga sikap ini dapat menjaga ras optimism
hidup:
Pertama, rasa sulit dalam hidup
harus dipandang sebagai garis datar atau garis turun sementara yang ada dalam
sebuah grafik yang suatu saat bisa berubah. Masa sulit tidak akan berlangsung
selamanya, situasi pasti akan berbalik menjadi baik. Tidak merasa telah divonis
untuk terus menerus menjalani rangkaian kisah sedih, kecewa, dan kegagalan.
Kesulitan harus dipandang sebagi pintu kesuksesan yang harus diusahakan agar
pintu tersebut terbuka. Kesulitan bukan tembok raksasa yang memisahkan dari
kesuksesan.
Kedua, masalah dalam kehidupan
adalah ujian. Ujian adalah sarana untuk memperkaya pengalaman untuk mengarungi
kehidupan. Tak ada siswa yang lulus sekolah tanpa ujian. Tak ada mahasiswa yang
diwisuda sebagai sarjana tanpa ujian. Ujian adalah lompatan untuk menjadi lebih
baik. Karena dari ujian itu menjadi tahu akan diri kita sendiri. Kegagalan tidak
dilimpahkan kesalahannya pada orang lain melainkan berintrospeksi pada diri
sendiri, apa kelamahannya dan bagaimana mengatasinya.
Ketiga, segera bangkit dari setiap
kegagalan bukan menyerah pada nasib. Ada ungkapan, “The real champion is not just winning the competition but everyone who
can stand up for every failure”. Kedewasaan dan ketegaran sesorang dihitung
dari kemampuannya untuk bangkit dari setiap kegagalan yang dialaminya, bukan
yang terus menerus larut dalam kesedihan.
Sardana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar