Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara
mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui
penyusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk
tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama
kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam
perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah
tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya
tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau
perusahaan batu bata.
Yang dimaksud dengan "pengeluaran untuk
memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama
kali" adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut dari
instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak
guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama jangka
waktu hak-hak tersebut.
Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan
ketentuan ini dilakukan:
a. dalam bagian-bagian yang sama besar
selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus
atau straight-line method); atau
b. dalam bagian-bagian yang menurun
dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo
menurun atau declining balance method).
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta
berwujud ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok
Harta
Berwujud
|
Masa
Manfaat
|
Tarif
Penyusutan
|
|
Metode Garis
Lurus (SLM)
|
Metode Saldo
Menurun (DBM)
|
||
I.
Bukan Bangunan
|
|||
Kelompok I
|
4 Tahun
|
25%
|
50%
|
Kelompok II
|
8 Tahun
|
12,5%
|
25%
|
Kelompok III
|
16 Tahun
|
6,25%
|
12,5%
|
Kelompok IV
|
20 Tahun
|
5%
|
10%
|
II. Bangunan
|
|||
Permanen
|
20 Tahun
|
5%
|
|
Tidak Permanen
|
10 Tahun
|
10%
|
Penggunaan metode penyusutan atas harta
harus dilakukan secara taat asas.
Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya
dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan
dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan
metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan
sekaligus.
Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak,
alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam
satu golongan.
Contoh penggunaan metode garis lurus:
Sebuah gedung yang harga perolehannya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh)
tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00
(Rp1.000.000.000,00:20).
Contoh penggunaan metode saldo menurun:
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan
pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4
(empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh
persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut:
Untuk jenis harta berwujud tiap-tiap kelompok dapat dilihat di sini.
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Tahun
|
Tarif
|
Penyusutan
|
Nilai Sisa Buku
|
Harga Perolehan
|
150.000.000,00
|
||
2009
|
50%
|
75.000.000,00
|
75.000.000,00
|
2010
|
50%
|
37.500.000,00
|
37.500.000,00
|
2011
|
50%
|
18.750.000,00
|
18.750.000,00
|
2012
|
Disusutkan sekaligus
|
18.750.000,00
|
0
|
Untuk jenis harta berwujud tiap-tiap kelompok dapat dilihat di sini.
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Sardana
Sumber :
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
(Pasal 11 dan Penjelasannya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar