Saat kita menyebut kata "Pelayanan", maka yang terbayang adalah petugas front office atau customer service yang tugasnya melayani pelanggan. Tidak ada yang salah dengan pemahaman tersebut, namun hakikat pelayanan adalah lebih dari sekedar itu, kita semua adalah pelayan yang juga harus bertugas melayani.
Mengapa?
Pelayanan itu meliputi pelayanan internal yang fungsinya memberikan layanan di internal orgsnisasi, antara lain berupa pelayanan vertikal (atasan - bawahan), horisontal - diagonal (sejawat). Ada pula pelayanan eksternal yang ditujukan kepada pihak luar, baik yang bersifat mikro seperti front office maupun yang bersifat makro seperti putusan manajerial dalam produk layanan. Jadi sekali lagi... dimanapun posisi kita... kita adalah pelayan.
Apa tuh pelayanan sepenuh hati?
Layanan sepenuh hati berasal dari dalam diri kita sendiri. Sanubari merupakan tempat bersemayamnya emosi-emosi, watak, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sudut pandang dan perasaan-perasaan. Ia juga membentuk dasar pribadi dan cara berperilaku kita sebagai manusia. Apapun yang kita lakukan, jabatan apapun yang kita sandang, dan jalur karier apapun yang kita pilih, inti keberadaan itu semua berasal dari hati (perasaan) dan pikiran (logika), dan sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi otak serta sirkuit neural pada jaringan sistem syaraf kita. Perasaan merupakan simbol sisi emosional kita. Perasaan biasanya dipandang sebagai kesatuan lahir bermatra tunggal. Ia terpisah dari pikiran dan fisiologi tubuh. Benar bahwa emosi memiliki kehendaknya sendiri, merongrong dan bahkan memperbudak pikiran, namun pada umumnya dia berinteraksi dengan pikiran dan membentuk pusat-pusat jaringan sangat canggih yang menciptakan pribadi kita sebagai manusia secara keseluruhan
Di dalam hubungan dengan konsumen, emosi dan perasaan yang terdalam terbawa dalam setiap interaksi dan hubungan kerja. Dengan itu layanan sepenuh hati dapat menembus sisi kecerdasan dan terfokus pada apa yang dijadikan diri kita sebagai manusia.
Paradigma pelayan sepenuh hati
Apa yang bisa membuat perhatian dan kualitas pelayanan yang kita berikan pada pelanggan selalu prima? Dr. Patricia Patton dalam bukunya Service With Emotional Quotient menyebutkan bahwa pelayanan sepenuh hatilah yang bisa membedakan kualitas pelayanan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Menurut Dr. Patricia Patton diperlukan tiga paradigma pengikat yang bisa menjadikan pelayanan biasa yang kita lakukan menjadi istimewa.
Bagaimana kita memandang diri sendiri. Sebelum kita dapat menghargai orang lain, dalam hal ini adalah pelanggan, maupun penghargaan terhadap pekerjaan, kita perlu memberikan perhatian dan penghargaan pada diri sendiri. Jika kita sudah bisa menghargai diri sendiri, sebagai pribadi yang istimewa, maka kita akan membangun motivasi dan rasa percaya diri yang tinggi untuk menghasilkan yang terbaik bagi orang-orang di sekitar kita, termasuk pelanggan yang kita layani, serta pekerjaan kita.
Bagaimana kita menghargai diri sendiri?
Kembali perlu ditegaskan bahwa kita adalah insan yang istimewa, karenanya kita sendiri lah yang pertama kali harus menempatkan diri ini pada posisi tersebut. Jangan taruh diri kita di bawah standar yang telah ditetapkan.
Pertama, terbaik dalam penampilan.
Tuhan telah menciptakan kita dalam bentuk yang terbaik. Maka sebagai ungkapan rasa syukur, kita perlu melakukan 'penampilan yang terbaik'. Meskipun bukan hal yang utama, tapi dia menjadi hal yang pertama di dalam satu pergaulan pada kesan awal.
Karenanya 3 komponen yang membentuk penampilan ini harus diperhatikan. Bagaimana cara kita berpakaian karena dia menggambarkan jiwa seseorang. Bagaimana posisi tubuh seseorang karena akan menggambarkan sikapnya. Serta bagaimana ekspresi wajah kita karena akan memberikan power bagi lawan bicara kita.
Kedua, terbaik dalam sikap
Seorang yang istimewa harus terus membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sikap atau mental yang unggul. Sikap dan mental yang unggul tersebut antara lain, bersikap positif (be positive), sehingga kita mampu memperoleh sudut pandang yang tepat saat menghadapi dan menyelesaikan masalah.
Passionate (bersemangat), akan menghasilkan gairah, vitalitas, semangat dalam menjalani kehidupan dirinya maupun orang lain. Karena sikap ini mampu menularkan semangat bagi orang lain.
Progressive, akan mendorong untuk menciptakan cara-cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan dan gaya pribadi. Sikap ini dapat menghindari jebakan rutinitas yang monoton dan membosankan.
Proaktif, keberanian mengambil inisiatif, bukan yang menunggu setelah orang lain melakukan (reaktif). Apa yang akan didapat, kalau kita hanya berdiam diri.
Menciptakan cara-cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan dan gaya pribadi. Bersikap kreatif dimulai dari berpikir dan bukannya membatasi diri sendiri terhadap cara-cara memberikan pelayanan yang monoton.
Ketiga, terbaik dalam prestasi
Agar mampu menggapai prestasi yang terbaik, setidaknya ada dua hal kuat yang harus dimilki dan dilakukan.
Pertama, be outstanding person, bukan hanya sekedar menjadi orang yang rata-rata, tapi di atas rata-rata.
Kedua, be extra ordinary, jadilah orang yang di luar kebiasaan plus jadi orang yang luar biasa. Sejak awal penciptaan manusia adalah seorang yang luar biasa. Berjuta sel sperma berlomba dan hanya satu yang lolos, dan jadilah kita.
Keempat, terbaik dalam tujuan hidup.
Setiap kali kita akan melangkah haruslah memiliki tujuan. Namun carilah tujuan yang penuh makna, tujuan yang hakiki. Bukan menggantungkan pada cita-cita semu belaka. Ada prinsip dalam menetapkan sebuah rencana, starting with the end. Marilah kita memulai dengan akhir kita. Kita pasti akan mati dan kembali kepada Tuhan, dan harus mempertanggung jawabkan kehidupan kita. Maka adakah yang lebih baik selain Tuhan sebagai tujuan hidup kita?
Sardana
disampaikan pada acara Internalisasi Corporate Value KPP Pratama Purwakarta,
Anyer, 30-31 Mei 2015