Senin, 22 September 2014

21 Hukum Kepemimpinan Yang Tak Terbantahkan (bagian 1)



Tulisan ini diterjemah dari ringkasan “The 21 Irrefutable Laws of Leadership, Follow Them and People Will Follow You” karya John C. Maxwell.

Saya peroleh hardcopy-nya dari Ibu Dessy Eka Putri (Kepala KPP Pratama Purwakarta) saat memimpin rapat pembinaan seluruh Kepala Seksi dan Supervisor Pemeriksa tanggal 15 September 2014.

Ketika jaman terus berubah dan teknologi mengalami kemajuan pesat, prinsip-prinsip kepemimpinan tetap dan berdiri dalam ujian waktu. Terdapat empat pemikiran untuk diingat saat kita mendalami 21 Hukum Kepemimpinan Yang Tak Terbantahkan.
a.    Hukum dapat dipelajari. Bebarapa hukum lebih mudah dan diaplikasikan dibandingkan yang lain, tetapi setiap hukum tersebut harus dapat dikuasai.
b.      Hukum dapat berdiri sendiri. Setiap hukum melengkapi hukum yang lainnya, tetapi anda tidak memerlukan suatu hukum untuk mempelajari hukum yang lainnya.
c.       Hukum membawa konseksuensi. Apabila mengabaikan hukum tersebut, maka anda tidak akan dapat memimpin dengan baik. Apabila anda menerapkan hukum tersebut, maka orang-orang akan mengikuti anda.
d.      Hukum ini merupakan landasan kepemimpinan. Setelah mempelajari prinsip-prinsip ini, anda harus menerapkannya dalam kehidupan anda untuk mencapai potensi terbaik anda sebagai seorang pemimpin.


Pertama: Hukum Katup (The Law of The Lid)

Kemampuan kepemimpinan menentukan tingkat seseorang efektivitas. Kemampuan untuk memimpin adalah "katup" yang menentukan efektivitas seseorang. Semakin rendah kemampuan individu untuk memimpin, semakin rendah katup (“kapasitas”) potensi ini. Semakin baik seseorang, semakin tinggi katup pada potensi untuk pencapaiannya.

Misalnya, pada tahun 1930, Dick dan Maurice McDonald membuka salah satu restoran cepat saji yang pertama. Pada pertengahan '50 -an, pendapatan tahunan mereka adalah $ 350.000, dan mereka membawa pulang sekitar $ 100.000 setiap tahun. Namun, meskipun mereka berhasil, mereka bukanlah pemimpin sejati. Mereka mencoba untuk waralaba restorannya, tetapi hanya terjual 15 lisensi, yang beroperasi hanya 10 restoran.

Sebaliknya, Ray Kroc bergabung dengan mereka pada tahun 1954 dan membuktikan dirinya sebagai mesin pembangkit kepemimpinan. Ia membentuk tim dengan mengumpulkan orang paling menonjol di antara yang dia temukan, bekerja keras, dan berkorban untuk bisnis. Pada tahun 1961, ia membeli McDonald senilai $ 2,7 juta. Saat ini, perusahaan memiliki 31.000 toko di 119 negara. Kelemahan kepemimpinan McDonald bersaudara terletak pada katup kemampuan mereka untuk membawa keberhasilan.


Kedua: Hukum Pengaruh (The Law of Influence)

Ukuran sebenarnya dari kepemimpinan adalah pengaruh, tidak lebih tidak kurang. Jika anda tidak memiliki pengaruh, anda tidak pernah mampu untuk memimpin yang lain. Kepemimpinan sejati tidak dapat ditunjuk atau ditetapkan. Gelar seringkali tidak berarti dalam hal ini. Kepemimpinan harus didapatkan. Satu hal yang dapat memperolehnya adalah sedikit waktu, baik untuk manambah tingkat pengaruh atau untuk menguranginya.

Ada lima mitos utama tentang kepemimpinan:

Pertama, mitos manajemen yang menyatakan bahwa pimpinan dan manajemen adalah sama. Bagaimanapun, kepemimpinan adalah tentang mempengaruhi orang, sedangkan manajemen adalah tentang menjada sistem dan proses.

Kedua, mitos pengusaha yang menyatakan bahwa pengusaha adalah bukti kepemimpinan. Pengusaha adalah keterampilan pada mengindetifikasi peluang dan menghasilkan uang darinya. McDonald bersaudara adalah pengusaha, sedangkan Ray Kroc adalah pemimpin.


Ketiga, mitos pengetahuan yang menyatakan bahwa orang yang terlibat dalam proses pengetahuan dan kecerdasan adalah pemimpin. Tetapi anda dapat berkunjung ke universitas terkemuka dan menemui ilmuan brilian yang tak menghasilkan pemimpin yang baik.

Keempat, mitos pelopor yang mengatakan siapa yang tampil di depan dari kekacauan adalah pemimpin.  Untuk menjadi pemimpin, sesorang harus tampil di depan, tetapi dia juga harus memiliki masa yang mengikutinya.

Kelima, mitos posisi/jabatan yang mengatakan bahwa seseorang pada jabatan puncak baik lelaki atau wanita mendefinisikan bhwa orang tersebut adalah pimpinan. Ketika dewan direksi di Saatchi & Saatchi mengeluarkan Maurice Saatchi pada 1994, bakat dan nama besarnya ikut keluar dari perusahaan, dan nilai saham perusahaan turun 50 persen. Saatchi meninggalkan jabatannya tetapi tetap sebagai pemimpin.



Ketiga : Hukum Proses (The Law of Process)

Kepemimpinan berkembang setiap hari bukan sehari.  Menjadi seorang pemimpin seperti investasi di pasar saham. Jika anda mencoba untuk membuat keberuntungan dalam satu hari, tentu tidak akan berhasil. Hal terpenting adalah melakukannya hari demi hari dalam jangka panjang. Jika anda terus-menerus berinvestasi dalam pengembangan kepemimpinan maka pertumbuhan dari waktu ke waktu tak terelakkan.

Pada studi atas 90 top pimpinan, pemimpin yang sukses adalah mereka yang belajar jangka lama dengan disiplin diri dan penuh ketekunan.

Proses pertumbuhan kepemimpinan terdapat lima tahap:

-    pada tahap pertama, anda tidak tahu apa yang anda tidak tahu. Anda bahkan tidak menyadari bahwa anda bisa menjadi pemimpin
-      pada tahap kedua, anda tahu bahwa Anda perlu tahu. Anda menyadari bahwa Anda perlu belajar untuk memimpin
-    dalam fase ketiga, anda tahu apa yang Anda tidak tahu. Ketika Anda menemukan kesenjangan dalam pengetahuan Anda tentang kepemimpinan, Anda memahami apa yang Anda butuhkan untuk belajar
-    pada fase keempat, anda tahu dan tumbuh, dan itu mulai menunjukkan. ketika Anda memulai disipline harian pertumbuhan pribadi, hal-hal menarik mulai terjadi
-       dalam fase kelima, anda cukup pergi karena apa yang anda ketahui. Kemampuan untuk memimpin menjadi otomatis, dan anda mengembangkan naluri besar yang membantu untuk memimpin secara efektif

Bersambung ya...

21 Hukum Kepemimpinan Yang Tak Terbantahkan (bagian 1)

21 Hukum Kepemimpinan Yang Tak Terbantahkan (bagian 2) 

21 Hukum Kepemimpinan Yang Tak Terbantahkan (bagian3)

21 Hukum Kepemimpinan Yang Tak Terbantahkan (bagian 4)

21 Hukum Kepemimpinan Yang Tak Terbantahkan (bagian 5)




Sardana 


Senin, 15 September 2014

Mana yang Terutang Pajak Penghasilan: Akta Jual Beli (AJB) atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)



Dalam melakukan transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan terkadang pihak pengembang (developer) tidak secara langsung dilakukan dengan penandatangan Akta Jual Beli (AJB), namun terlebih dahulu dibuat berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 mengatur bahwa atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli yang dilakukan oleh Wajib Pajak pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan, baik yang langsung dilakukan melalui penandatanganan AJB maupun melalui PPJB tanah dan/atau bangunan antara penjual dengan pembeli wajib dibayar Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Apabila pada saat pembuatan PPJB kemudian di waktu berikutnya dilakukan penandatanganan AJB dengan data penjual (developer) dan pembeli yang sama, maka kewajiban PPh Final (PPh Pasal 4 ayat 2) atas pengalihan hak tas tanah dan/atau bangunan berlaku ketentuan sebagai berikut:

a.       Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan:

1.   paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran, baik secara tunai maupun angsuran, atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
2.   sebelum AJB ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak.

b.      Selain Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah/atau bangunan dilakukan sebelum AJB ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.


Namun adakalanya sebelum dilakukan penandatanganan AJB antara penjual dengan pembeli terjadi perubahan nama pembeli yang tercantum dalam PPJB, maka atas penghasilan dari perubahan PPJB yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam PPJB, merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam PPJB.

Contoh:

Odik Wijaya membeli 1 unit  rumah dari developer PT. Bali Griya Persada seharga Rp500.000.000,00 secara tunai. Antara PT. Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya belum dilakukan penandatanganan AJB, karena sertifikat rumah tersebut masih dalam proses pemecahan sehingga dilakukan terlebih dahulu dengan PPJB antara PT. Bali Griya Persada sebagai penjual dn Odik Wijaya sebagai pembeli. Sertifikat rumah tersebut masih atas nama PT. Bali Griya Persada. Sebelum dilakukan AJB antara PT. Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya, rumah tersebut oleh Odik Wijaya dijual kepada Indra Adi, sehingga akibat transaksi tersebut nama penjual dan pembeli yang tercantum dalam PPJB menjadi PT. Bali Griya Persada sebagai penjual dan Indra Adi sebagai pembeli.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Odik Wijaya dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan dan wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Sardana



Referensi:
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2014 tentang Pengawasan atas Transaksi Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan Melalui Jual Beli

Amnesti Pajak Berakhir, Objek Baru Lahir

Hiruk pikuk pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung selama periode Juli 2016 sampai dengan Maret 2017 tel...