Senin, 15 September 2014

Mana yang Terutang Pajak Penghasilan: Akta Jual Beli (AJB) atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)



Dalam melakukan transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan terkadang pihak pengembang (developer) tidak secara langsung dilakukan dengan penandatangan Akta Jual Beli (AJB), namun terlebih dahulu dibuat berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 mengatur bahwa atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli yang dilakukan oleh Wajib Pajak pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan, baik yang langsung dilakukan melalui penandatanganan AJB maupun melalui PPJB tanah dan/atau bangunan antara penjual dengan pembeli wajib dibayar Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Apabila pada saat pembuatan PPJB kemudian di waktu berikutnya dilakukan penandatanganan AJB dengan data penjual (developer) dan pembeli yang sama, maka kewajiban PPh Final (PPh Pasal 4 ayat 2) atas pengalihan hak tas tanah dan/atau bangunan berlaku ketentuan sebagai berikut:

a.       Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan:

1.   paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran, baik secara tunai maupun angsuran, atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
2.   sebelum AJB ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak.

b.      Selain Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah/atau bangunan dilakukan sebelum AJB ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.


Namun adakalanya sebelum dilakukan penandatanganan AJB antara penjual dengan pembeli terjadi perubahan nama pembeli yang tercantum dalam PPJB, maka atas penghasilan dari perubahan PPJB yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam PPJB, merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak pembeli yang semula namanya tercantum dalam PPJB.

Contoh:

Odik Wijaya membeli 1 unit  rumah dari developer PT. Bali Griya Persada seharga Rp500.000.000,00 secara tunai. Antara PT. Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya belum dilakukan penandatanganan AJB, karena sertifikat rumah tersebut masih dalam proses pemecahan sehingga dilakukan terlebih dahulu dengan PPJB antara PT. Bali Griya Persada sebagai penjual dn Odik Wijaya sebagai pembeli. Sertifikat rumah tersebut masih atas nama PT. Bali Griya Persada. Sebelum dilakukan AJB antara PT. Bali Griya Persada dengan Odik Wijaya, rumah tersebut oleh Odik Wijaya dijual kepada Indra Adi, sehingga akibat transaksi tersebut nama penjual dan pembeli yang tercantum dalam PPJB menjadi PT. Bali Griya Persada sebagai penjual dan Indra Adi sebagai pembeli.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Odik Wijaya dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan berupa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan dan wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Sardana



Referensi:
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2014 tentang Pengawasan atas Transaksi Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan Melalui Jual Beli

1 komentar:

Amnesti Pajak Berakhir, Objek Baru Lahir

Hiruk pikuk pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung selama periode Juli 2016 sampai dengan Maret 2017 tel...