Senin, 19 Januari 2015

Satu itu Satu, Bukan Semua

Bripda M Taufik Hidayat, salah satu anggota polisi ini dalam sepekan terakhir ramai dibicarakan oleh beberapa media masa. Memang institusi kepolisian ini tengah menjadi trending topic di berbagai media dengan berbagai peristiwa, dari para petingginya yang sedang proses pergantian kepemimpinan, kasus lama tentang rekening gendut yang sedang diproses oleh KPK, maupun kisah seorang anggotanya.

Bripda Taufik, ramai dibicarakan bukan karena salah kandidat calon Kapolri, bukan pula karena termasuk pemilik rekening gendut. Bukan, bukan karena itu dia ramai dibicarakan orang. Akan tetapi dia dikenal karena selama 2 tahun menjadi anggota polisi dia tinggal di sebuah kompleks kandang sapi yang kemudian ‘disulap’ menjadi tempat tinggal yang sungguh tak layak disebut sebagi tempat tinggal. Bahkan untuk menuju tempat kerjanya, setiap hari harus berjalan kaki sejauh 5 kilometer dari tempat tinggalnya di kompleks kandang sapi Dusun Jongke Tengah Sendangadi Mlati Sleman ke tempatnya berdinas di Mapolda DIY.
Diberitakan, belum lama menjadi menjadi polisi, ia sudah dihukum karena terlambat mengikuti apel pagi yang wajib diikuti semua tanpa kecuali. Keterlambatan Bripda Taufik, bukan tanpa alasan. Dia mengaku datang terlambat karena tidak punya kendaraan maupun uang untuk naik angkutan umum.
Sebuah pemandangan yang kontradiktif dalam sebuah institusi, masing-masing memiliki kisah yang berbeda. Ibarat bumi dan langit, sungguh jauh bahkan sangat jauh perbedaannya.

Kadangkala, banyak orang, atau jangan-jangan termasuk kita, dengan mudahnya mengatakan - menuduh - bahkan menvonis sebuah institusi bengsek, rusak, dan lain sebagainya hanya karena ulah salah satu anggotanya atau pegawainya melakukan hal yang buruk.

Kita masih ingat dengan kasus yang dialami oleh institusi kita sendiri, DJP. Dengan sosok yang tiba-tiba terkenal, tapi menyesakan dada kita semua. GT diantaranya. Maka seketika itu, ramai-ramai masyarakat menyalahkan kita, menuduh kita melakukan hal sama, memanggilk kita dengan sebutan GT, yang agak sopan mengatakan . Kita divonis tanpa pernah diadili, kita dianggap berperilaku sama. Bagaimana perasaan kita saat itu….. Marah, jengkel, sakit
Kalaulah saat itu lagu yang dibawakan oleh Cita Citata sudah hit, mungkin kita pun ikut mendendangkan “ Sakitnya tuh di sini”

Ah….. Walaupun dalam renungan, ada harapan baik juga sih… Tuh mereka, orang-orang yang dengan mudahnya menuduh kita semua brengsek, korup, dan ungkapan yang tidak baik lainnya. Padahal kita tidak melakukan seperti apa yang mereka tuduhkan, semoga saja tuduhan mereka itu dapat mengurangi dosa-dosa kita. Serta kita terus bisa berbuat baik dan semakin baik.
Belajar dari pengalaman kita sendiri, marilah kita dan seluruh masyarakat bersikap proposional alias adil terhadap segala sesuatu. Jangan mudah menggeneralisasi setiap peristiwa. Jangan mudah berprasangka buruk tanpa alasan yang jelas. Itulah makanya saya beri judul satu itu satu, bukan semua. Semoga ayat ini meningatkan kita untuk berhati-hati, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba sangka itu dosa” (QS Al-Hujurat : 12 )

Wallahu a'lam bi showab

Sardana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amnesti Pajak Berakhir, Objek Baru Lahir

Hiruk pikuk pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung selama periode Juli 2016 sampai dengan Maret 2017 tel...