Senin, 06 Mei 2013

MENGEJAR IMPIAN : Bagaimana kita harus bermimpi ?


Suatu impian diperbolehkan bagi setiap muslim, bahkan harus punya mimpi. Akan tetapi sebagai orang yang beragama dan mempercayai adanya hari pembalasan, maka ada batasan atau syarat yang harus dipenuhi akan impian kita.

Pertama, tidak memimpikan sesuatu yang diharamkan. Hendaknya seorang muslim harus merancang  suatu impian yang halal dan bukan impian yang haram. Sebab bagaimanapun juga meskipun itu sesuatu yang abstrak, mimpi atau angan-angan terhadap sesuatu yang haram adalah kemaksiatan hati yang termasuk perbuatan dosa dan terlarang. Rasulullah saw bersabda: “Ada seorang hamba diberi harta oleh Allah tetapi tidak diberi ilmu. Dia menyia-nyiakan hartanya tanpa landasan ilmu, tidak bertakwa kepada Tuhannya dalam membelanjakan hartnya, tidak menyambung silaturahim dengan hartanya, Orang ini paling jelek kedudukannya. Ada seorang hamba yang tidak diberi harta oleh Allah dan tidak pula diberi ilmu. Ia berkat, “Sendainya aku memiliki harta kekayaan, niscaya aku akan melakukan seperti apa yang dilakukan si fulan. Dengan niatnya ini, ia mendapatkan dosa yang sama dengan orang sebelumnya” (HR. Tirmidzi)

Kedua, tidak melalaikan dari akhirat. Karena mimpi-mimpi atau angan-angan yang membuat seorang muslim lalai dari urusan akhiratnya, menunda-nunda amal kebaikan dan taubatnya, serta berlarut-larut dalam kubangan maksiat dan dosa, termasuk thulul ‘amal (panjang angan-angan) yang diharamkan dan membinasakan. Rasul saw bersabda: “Kejayaan awal umat ini disebabkan zuhud dan yakin, dan kebinasaan akhir ini disebabkan kikir dan panjang angan-angan.” (HR. Ahmad)

Ketiga, bukan sesuatu yang mustahil diwujudkan. Baik mustahil menurut syariat seperti berangan-angan menjadi nabi, atau berangan-angan memasuki surge tertinggi meskipun jiwanya penuh dengan kesyirikan dan kekafiran, maupun mustahil menurut akal dan sunatullah, seperti seorang kakek yang berangan-angan untuk kembali menjadi muda lagi, berangan-angan mengelilingi dunia dengan jalan kaki dalam sehari. Mengenai kaum Yahudi dan Nasrani yang berangan-angan masuk surge tanpa beriman kepada Nabi Muhammad saw, Allah swt berfirman, “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, ‘Sekali-kali tidak akan masuk surge kecuali orang-orang yang beragama Yahudi dan Nasrani’. Demikian itu hanya angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, ‘Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (QS. Al-Baqarah: 111)

Keempat, bersungguh-sungguh untuk merealisasikannya. Karena ia mengingnkan apa yang menjadi angan-angannya dan merasa takut apabila ia kehilangan peluang untuk meraihnya. Ibnu Qayyim berkata, “Seseorang yang mengharapkan sesuatu, pasti pada dirinya terdapat tiga hal berikut: Pertama, kecintaan terhadap apa yang diharapkannya. Kedua, takut kehilangan apa yang diharapkannya. Ketiga, berusaha meraihnya dengan semaksimal kemampuan”. Harapan yang tidak diiringi salah satu dari ketiganya, termasuk angan-angan kosong. Karena setiap orang yang menginginkan sesuatu, pasti ia akan takut kehilangan apa yang diinginkannya. Apabila ia takut kehilangan apa yang diinginkannya, pasti akan menempuh jalan yang mengantarkannya menuju harapan dan cita-citanya, karena takut kehilangan peluang untuk meraih cita-citanya. Rasul saw bersabda: “Barangsiapa takut, ia akan berjalan cepat. Barangsiapa berjalan cepat, ia akan sampai ke tempat tujuan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya perniagaan Allah itu mahal, ketahuilah bahwa sesungguhnya perniagaan Allah itu adalah surga”. (HR. Tirmidzi)


Sardana

Sumber : Syarah Lengkap Arba’in Ruhiyah
Penulis  : Fachruddin Nursyam, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amnesti Pajak Berakhir, Objek Baru Lahir

Hiruk pikuk pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung selama periode Juli 2016 sampai dengan Maret 2017 tel...