Selasa, 29 Desember 2015

Harapan Saat Kenyataan Berbeda Dari Harapan

Ini hanyalah sebuah refleksi dalam pelaksanaan tugas yang telah dibebankan dalam tahun ini. Sedari awal memang bukan perkara mudah untuk menjalaninya. Optimisme sebuah keharusan, harapan adalah motivasi besar untuk terus berjalan, bahkan berlari. Namun tak selamanya harapan akan menjadi sebuah kenyataan. Meskipun berbagai upaya, cara, langkah, dan jurus yang ada dicoba dijalankan. Tetapi kenyataan belum nampak mendekati harapan.

Kalaulah diibaratkan sebuah pertandingan, kita sudah berada di ujung akhir pertandingan, injury time, namun papan pertandingan masih menunjukan angka skor yang memprihatinkan buat tim kita. Berbagai upaya terus dilakukan, variasi serangan terus diterapkan, namun peluang begitu sulit tercipta, kesempatanpun tak kunjung terbuka. Sedangkan detik waktu terasa begitu sangat cepat bergerak.

Kalaulah diibaratkan sebuah pendakian alam, kita berada dalam pendakian yang tanjakannya semakin terjal – tikungan dan kelokan yang begitu banyak dan tambah menukik. Ibaratnya “jidat ketemu dengkul” dan “gigi ketemu jempol kaki” untuk menaklukan medan yang berat. Padahal kita butuh waktu yang cepat, lebih cepat, dan semakin cepat ke tempat tujuan.

Kalaulah diibaratkan dalam rute perkotaan, kita sedang berada di jalur lalu lintas yang terjebak kemacetan. Berbagai jalan dicoba, dari jalan tol - jalan arteri - jalan kolektor - sampai jalan tikus, namun seluruhnya tersendat. Gerak kendaraan hanya bisa perlahan, tuas gas lebih sering dilepas. Lokasi tujuan sudah terlintas dalam banyangan, namun ayunan langkah banyak tertahan. Jadikan seolah makin jauh dari jangkauan.

Itulah beberapa pengandaian akan kondisi yang sedang kita hadapi, mungkin kita bisa membuat perumpamaan yang lain yang lebih pas mendiskripsikan keadaan kita.

Namun itu semua bukanlah jadi alasan untuk kita berhenti melangkah, tak lagi berbuat, enggan bekerja, dan ogah berkarya. Ya karena semua itu hanyalah sebuah ujian, ujian akan selalu tiba menghadang kepada siapapun dalam segala bentuknya. Karena ujian adalah seleksi untuk mengetahui siapa di antara kita yang paling bersungguh-sungguh dan yang terbaik bagi masa depan.

Inilah ujian....  ujian untuk menjadi yang terbaik di hadapan Tuhan kita, ujian siapa di antara kita yang paling banyak memberikan manfaat bagi sesama, ujian untuk dapat melakukan yang terbaik buat lingkungan kita, dan buat negeri kita tentunya.

Kesulitan pastilah ada, dan memang akan selalu ada. Kekhawatiran akan kegagalan tentu bisa menghinggapi siapapun. Namun bagi yang meyakini akan takdir Allah, tidak ada istilah kegagalan. Sebab semua yang terjadi sudah dalam takdir-Nya dan tertulis dalam al-Lauhul Mahfuzh. Maka yang ada hanyalah ketidaksesuaian antara harapan dan takdir. Dan itu semua, takdir bukanlah kewenangan kita. Manusia hanyalah diberikan kuasa untuk berfikir, merencanakan, dan berusaha merealisasikan rencananya. Namun, hasil itu hak Allah, Allah maha tahu atas apa kebutuhan hamba-Nya. Sebaik-baik rencana adalah rencana-Mu ya Tuhan.

Karena itu ujian ini juga mengajarkan untuk mendekatkan kita kepada Allah yang menentukan takdir hidup hamba-Nya. Jadikan setiap peristiwa untuk menyadarkan diri bahwa kita adalah makhluk yang lemah, tiada daya, tidak ada kekuatan, kecuali semuanya atas kehendak-Nya.

Jikalau kita merasakan saat ini adalah sesuatu yang pahit. Semoga saja, rasa pahit ini laksana pahitnya kopi. Setelah meminum kopi, mata kita jadi melek untuk mau banyak belajar, tubuh kita jadi segar untuk sentiasa siap dan waspada hadapi masa depan.

Sesempit apapun waktu yang kita miliki, jangan pernah putus harapan. Karena harapan itu penyemangat hidup kita. Permohonan do'a dan menyandarkan diri kepada-Mu ya Allah:

Ya Allah, kalaulah hasil yang Engkau berikan kepada kami adalah atas rahmat-Mu dan yang terbaik bagi kami, maka limpahkanlah pahala atas apa yang telah kami programkan dan kerjakan selama ini dengan balasan yang terbaik dari-Mu. Jadikan kerja kami, sebagai amal soleh dan sedekah kami, hingga kami mendapatkan kebaikan di masa depan baik dunia dan akhirat kami.

Namun ya Allah, kalaulah hasil itu karena Engkau anggap kerja dan upaya kami banyak kekhilafan dan kesalahan langkah, hingga kami dianggap belum layak mendapatkan hasil sesuai rencana kami. Kami mohon ya Tuhan, maafkan dan ampuni kami atas khilaf dan salah kami. Sungguh hanya ampunan-Mu sajalah yang dapat menyelamatkan kami. Dan hanya kepada-Mu kami memohon ampunan.

Ya Allah, seseungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu yang laki-laki, anak hamba-Mu yang perempuan. Ubun-ubunku ada di tangan-Mu. Pengadilan-Mu terhadap diriku adil. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap asma yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu, dengannya, atau seperti yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau seperti yang Engkau khusukan di sisi-Mu dalam ilmu ghaib, agar Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai musim semi hatiku, cahaya  pandanganku, terangnya kesedihanku dan hilangkan kekhawatiranku. (HR. Ahmad, ibnu Hibban, dan Al-Hakim)

Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehandak, Engkau akan menjadikan keseusahan menjadi kemudahan.

Wahai Tuhan, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, wahai Tuhan kami, apabila rezeki kami berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hamba-Mu yang sholeh.



Purwakarta,  Desember 2015



Sardana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amnesti Pajak Berakhir, Objek Baru Lahir

Hiruk pikuk pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung selama periode Juli 2016 sampai dengan Maret 2017 tel...