Selasa, 08 Desember 2015

Pilkada Serentak, Akankah Golput?

9 Desember 2015 akan menjadi salah satu peristiwa penting di republik ini. Tanggal tersebut merupakan saat pertama kali Indonesia melaksanakan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Seluruh warga yang mempunyai hak pilih di sejumlah propinsi, kabupaten, dan kota secara serentak memilih calon kepala daerah mereka untuk periode 5 tahun mendatang. Hari yang sangat menentukan pemimpin dan kepemimpinan di daerah untuk jangka waktu yang tidak sebentar. Hari yang akan menjadi awal pewarnaan daerah selama 5 tahun berikutnya. 

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan persoalan keseharian dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berusaha, berbangsa dan bernegara. Kemajuan dan kemunduran masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan negara antara lain dipengaruhi oleh para pemimpinnya. Oleh karena itu sejumlah teori tentang pemimpin dan kepemimpinanpun bermunculan dan kian berkembang.

Pemimpin publik adalah faktor penting dalam kehidupan di suatu wilayah. Jika pemimpin wilayah itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara. 

Rangkaian pelaksanaan pilkada serentak telah bergulir. Nama-nama para calon kepala daerah beserta nomor urut pun telah ada. Mereka para calon juga telah menyampaikan visi dan misinya pada saat kegiatan kampanye.

Kini saatnya para pemilih yang menentukan siapa di antara mereka yang dipercaya untuk memimpin wilayahnya. Apapun yang terjadi, hasil 9 Desember 2015 akan melahirkan pemimpin baru. Memang bukan perkara mudah untuk menentukan pilihan dari calon yang ada. Begitu sulitnya untuk mendapatkan sosok ideal pemimpin yang sempurna. Belum lagi pengalaman lama yang terkadang sering mengecewakan. Istilah anak muda, PHP, pemberi harapan palsu. Janji adalah janji, kenyataan adalah kenyataan, janji tidaklah sama dengan kenyataan.

Itulah sekat-sekat yang bisa menggoda calon pemilih untuk tidak ikut memilih, alias golput. Khawatir kalau hasil pilihannya akan mengecewakan dirinya dan orang lain. Maka agar tidak disalahkan atau merasa bersalah, golput jadi pilihannya. Gimana ya... Ya sah-sah aja sih, kan itu hak masing-masing.

Namun perlu dipahami, hakikat dan kenyataan golput adalah menyetujui, mendukung, atau setidaknya membiarkan siapapun pemenang pilkada. Kita saksikan, sekalipun partisipasi masyarakat dalam pilkada sangat rendah, namun walikota, bupati, gubernur terpilih bersama wakilnya tetap dilantik menduduki jabatannya, sepanjang tidak ada sengketa. Karena pemimpin itu suatu keniscayaan, harus ada pada setiap kelompok masyarakat. Marilah kita berkorban untuk mencari tahu tentang profil, track record, dan sepak terjang para calon yang ada. Kemudian pilih yang banyak memiliki kebaikan di antara mereka. Kalaupun sulit menemukan kebaikannya, pilihlah yang paling sedikit memiliki kejelekannya. Sebab apapun, satu pasang di antara para calon itu akan menjadi pemimpin kita.

Akankah kita golput ?

Sardana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amnesti Pajak Berakhir, Objek Baru Lahir

Hiruk pikuk pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung selama periode Juli 2016 sampai dengan Maret 2017 tel...