Rabu, 08 Januari 2014

Bukan sekedar banyak, yang penting berkah bro


Sering kali kita menilai kalau kebahagiaan itu identik dengan harta yang berlimpah, jabatan yang tinggi, ataupun popularitas yang meroket. Karena tidak sedikit mereka yang berada di posisi seperti itu justru hidupnya tidak merasakan kebahagiaan. Adolf Hitler, penguasa Jerman yang terkenal itu ternyata mengakhiri hidupnya dengan menembak kepalanya sendiri setelah menyuruh istrinya Eva Braun meminum racun hingga tewas. Di Korea Selatan banyak artis-artis muda yang memilih bunuh diri di saat popularitasnya tengah memuncak. Michael Jackson dengan segala kekayaan dan keterkenalannya justru sangat menginginkan putrinya Paris Jackson untuk menjalani kehidupan biasa saja seperti orang pada umumnya.

Lantas di mana kebehagiaan itu? Adalah terletak pada keberkahan hidup. Bagi umat Islam yang mengimani al-qur’an, di sana terdapat 31 ayat kata berkah dengan berbagai turunannya. Maknanya sendiri adalah tetapnya kebaikan Allah pada sesuatu, bertambah atau berkembang.

Ada pelajaran berharga ketika dalam peristiwa perang Khondak ada sebuah pelajaran yang sangat berharga buat kita. Di masa ekonomi yang cukup sulit pada saat itu, sampai Rasulullah saw ketika akan menggali batu besar dalam menggali parit harus mengganjal perutnya dengan batu, karena sudah berhari-hari perutnya belum terisi makanan.
Kata Jabir ra: "Aku katakan kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah ijinkanlah aku untuk pulang sebentar." Sesampaiku di rumahku aku katakan kepada istriku, "Aku lihat pada diri beliau yang tidak boleh kita biarkan. Adakah kamu mempunyai sesuatu?"
Jawab istriku: “Ya, aku punya gandum dan seekor anak kambing.“ Kemudian anak kambing itu segera kusembelih dan gandum itu kutumbuk. Daging kambing itu kumasak dalam periuk dan tepung gandum kumasukkan ke dalam pembakaran roti. Aku kembali ke tempat Nabi saw dan kukatakan: “Ya, Rasulullah saw, aku ada sedikit makanan. Datanglah engkau ke rumahku bersama seorang atau dua orang sahabatmu.“

Tanya Nabi saw, “Berapa banyakkah makanan itu?“ Setelah kusebutkan jumlah makanan itu beliau berkata, “Itu cukup banyak dan baik. Katakan pada istrimu jangan diangkat masakan itu dari atas tungku dan roti itu jangan pula sampai dikeluarkan dari tempat pembakarannya sebelum aku datang ke sana.“

Kemudian Nabi saw memanggil kaum Muhajirin dann Anshar, “Bangkitlah kalian!“ Di dalam riwayat lain disebutkan: Kemudian Nabi saw berteriak memanggil, “Wahai para penggali parit, mari kita datang. Sesungguhnya Jabir telah memasak makanan besar.“

Ketika aku masuk ke tempat istriku kukatakan padanya, “Nabi saw datang bersama kaum Muhajirin dan Anshar dan orang yang bersama mereka.“

Tanya istriku: “Apakah beliau menanyakan berapa banyak makanan kita?” Jawabku:“Ya.“ Istriku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.“

Kemudian Nabi saw datang seraya berkata: “Masuklah kalian dan jangan berdesakan.“

Kemudian Nabi saw memotong-motong roti dan dicampurkan pada daging serta kuah yang ada di periuk. Kemudian beliau mendekatkan hidangan kepada para sahabat sedang beliau tetap memotong-motong roti itu dan dalam waktu yang bersamaan para sahabat makan dengan puas sampai kenyang.

Mereka semuanya kenyang, sedangkan roti dan kuah masih tetap banyak sisanya. Beliau berkata, “Makanlah ini dan bagikanlah kepada orang banyak karena kini sedang terjadi musim paceklik.“

Di dalam riwayat lain Jabir menuturkan:“Aku bersumpah dengan nama Allah. Mereka telah makan hingga mereka pergi dan meninggalkan daging di dalam periuk kami masih tetap utuh, demikian pula roti kami.“

Subhanallah, begitulah bila berkah telah bersamanya. Keberkahan menjadikan sesuatu yang sedikit menjadi banyak, keberkahan menjadikan sesuatu yang banyak menjadi bermanfaat. Berbagi tidak harus menunggu banyak, tapi sedikitpun kalau diberkahi akan memiliki faedah yang berlimpah.

Ayo kita introspeksi diri, sudahkah keberkahan itu menjadi barometer kehidupan kita selama ini. Sudahkah umur yang telah kita lalui penuh dengan berkah? Sehingga umur kita itu banyak memberikan manfaat bagi sesame kita. Apakah waktu kita juga berkah, sehingga dengan waktu yang sebentar telah menghasilkan karya yang banyak. Bagaimana dengan rizki kita? Apakah rizki kita itu berkah, yang menjadikan kita dan keluarga kita semakin taat kepada-Nya.

Begitupun dengan istri, anak-anak kita. Mereka yang selalu menyenangkan ketika bersama dan menjaga diri tatkala ditinggal.
Marilah jadikan keberkahan itu sebagai acuan buat kita dalam mencari, memperoleh, dan mempertahan sesuatu. Bukan sekedar banyak, tapi yang penting berkah.


Sardana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Amnesti Pajak Berakhir, Objek Baru Lahir

Hiruk pikuk pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung selama periode Juli 2016 sampai dengan Maret 2017 tel...